Minggu, 13 April 2014

Memperbaiki Hati




Di antara perkara paling penting yang bisa memperbaiki hati adalah;

  1. Mujahadah

Manusia perlu selalu melakukan mujahadah dan mukabadah (bersusah payah) secara terus menerus. Ibnu Munkadir yang termasuk ulama tabi’in berkata, “Aku bersusah payah menundukkan nafsuku selama 40 tahun baru bisa istiqamah.” (Nuzhatul Fudhala’, hal. 607)
Berkaitan dengan masalah ubudiah (penghambaan) beliau melakukan sesuatu yang mengagumkan, beliau berkata, “Sesungguhnya saya memasuki malam kemudian berkhalwat dengan menghabiskan seluruh malam ssampai semuanya tidak terasa.”
Apa maksud perkataan ini? Maksudnya apabila malam telah tiba, saya segera shalat dan berkhalwat dengan Tuhanku. Malam tidak berlalu kecuali semua waktunya saya manfaatkan dan habiskan untuk beribadah sampai tidak merasakannya. Saya belum mendapatkan apa yang saya inginkan dari panjangnya munajat. Malam sangat pendek dalam pandangannya karena keterlenaannya dan kerinduannya di dalamnya.”


Bagaimana kita bisa sampai ke tingkatan ini? Sementara kita apabila mendapatkan imam shalat dengan memanjangkan beberapa menit, kita mulai merasa bosan. Sebagian di antara kita berdehem bahkan sebagian yang lainnya menggerakkan jemarinya dan membunyikannya, bahkan kita memaki imam setelah itu. Ketika kita shalat, seakan-akan seorang di antara kita bagaikan burung yang berada di dalam sangkar yang berusaha mencari jalan untuk bisa keluar.

Seandainya hati kita penuh dengan kecintaan kepada Allah  dan menghadap kepada-Nya, niscaya kita tidak akan pernah kenyang dengan shalat dan ibadah kita. Berapa banyak orang shalih yang saya lihat yang orang lain merasa heran kepadanya, bagaimana dia bisa menangis ketika membaca al-Qur’an dalam shalat yang sirri (tidak jahar)? Apa yang mengherankan dalam hal ini. bukankah dia sedang munajat kepada Tuhannya? Bagaimana mereka bisa heran  dengan hal ini?

Maqam (posisi) apa yang lebih agung daripada maqam seorang hamba di hadapan Tuhan sang Penciptanya? Dia munajat kepada-Nya dan tersungkur di hadapan-Nya dalam keadaan yang sangat hina. Seorang menghinakan dirinya, merendahkan keningnya ketika sujud dan ruku’. Apakah ada penghinaan yang lebih tinggi daripada munajat kepada Allah  dan tunduk di hadapan-Nya sementara kening ditaruh di tanah? Tidak ada bentuk kehinaan yang lebih agung dari itu. Tetapi kita telah terbiasa dan shalat tidak lagi memberikan pengaruh pada hati kita. Walau bagaimanapun, wahai saudara-saudaraku! Kita perlu banyak melakukan mujahadah untuk memperbaiki hati kita. Semoga majlis seperti ini bisa menjadi penyebab tertolongnya seseorang di antara kita dalam memperbaiki hatinya.

Abu Hafsh An-Naisaburi berkata, “Saya menjaga hati selama dua puluh tahun, kemudian ia menjaga saya selama dua puluh tahun.” (Nuzhatul Fudhala’ hal. 120)

Apabila hati seorang hamba bisa istiqamah, maka amalan dan anggota badannya akan turut istiqamah. Ketika syetan datang dalam lintasan pikirannya sebelum hatinya istiqamah dan tetap dalam ketaatan, maka hati memerlukan pencegahan yang kuat dari pikiran tersebut. Apabila di hati terdapat kekuatan iman, hati telah istiqamah untuk pemiliknya, mendorongnya untuk taat kepada Allah dan menghadap kepada-Nya, maka ia sudah bisa menjaga pemiliknya.

Apabila dia melihat sesuatu yang jiwa-jiwa lemah menoleh kepadanya, pemilik hati yang sakit melihat kepadanya, orang yang di dalam hatinya ada penyakit akan tamak dengannya, maka dia sebaliknya akan memalingkan hatinya dari semua perkara yang mengotori ini. Dia tidak akan menoleh kepadanya. Dia akan segera ingat kepada keagungan Allah  dan pengawasan-Nya kepadanya, jiwanya tidak akan  tergerak untuk melakukan kemaksiatan, apalagi terjerumus kepada sesuatu yang syubhat dan terlibat pada urusan dan perkara yang dia tidak layak untuk terlibat di dalamnya.

Abu Hafsah selanjutnya berkata, ”Saya telah menjaga hatiku selama dua puluh tahun kemudian dia menjaga saya selama dua puluh tahun. Setelah itu muncul pada diri saya dan pada dirinya satu keadaan yang saya dan dia sama-sama terjaga semuanya.” Maksud dari pernyataan ini bahwasanya dia telah bersusah payah selama dua puluh tahun (menjaga hatinya) sehingga hatinya bisa istiqamah, setelah itu hatinya menjaga dirinya selama dua puluh tahun. Berikutnya lewat satu keadaan dimana hatinya terjaga, anggota badan yang lainnya juga terjaga ketika ia membiasakannya dalam taat kepada Allah . Mata tidak lagi memandang kecuali kepada apa yang diridhai Allah, mendengar kepada sesuatu yang diharamkan yang kebanyakan hati orang cenderung kepadanya dan menyukainya, hatinya berpaling darinya dan telinganya tidak lagi ingin mendengarnya, ia tidak mendapatkan kenikmatan dan kelezatan sebagaimana yang dirasakan oleh orang-orang yang hatinya sakit.

Itulah sebabnya, apabila anda ingin mentarbiyah jiwa anda, maka pertama kali hendaknya anda menjaga hati anda. Berikutnya hati anda akan menjaga anda dan setelah itu anda dan dia akan terjaga bersama. Tidak cukup kita sekedar mengajar orang lain masalah-masalah yang zahir, tidak cukup kita hanya menyebutkan dalil- sekalipun itu diperlukan-namun kita mesti mentarbiyah hati agar bisa merasakan takut, cinta, khasyah, mujahadah, sabar, yakin dan yang semakna dengan itu.

Adapun jika hati tidak terjaga sekalipun zahirnya baik, maka penyakit hati dan kotorannya akan nampak dalam banyak kesempatan. Akan nampak ketika terjadi perdebatan, orang berkawan saling berbantah sehingga menimbulkan saling membenci dan mencaci yang berakhir dengan permusuhan. Akan terlihat juga pada kesempatan di mana jiwa ingin untuk selalu tampil dan tinggi di bumi. Jiwa yang seperti itu membutuhkan usaha dan perjuangan untuk ditundukkan oleh seorang hamba. Dia mengambil kendalinya dan tidak melepaskannya. Kalau tidak demikian dan dia melepasnya, maka akan menggiring dirinya ke jurang kebinasaan, karena menginginkan ketenaran dan mendapatkan syahwat maknawi dan kelezatan yang lebih nikmat dari kelezatan jasmani yang diinginkan oleh orang-orang miskin. Terkadang mereka hanya menginginkan kelezatan jasmani seperti makanan, minuman, pakaian, wanita atau harta. Namun di sana ada syahwat yang lebih besar dari itu semua, yaitu keinginan untuk menjadi orang terkenal di muka bumi dan berada di atas semua manusia, mendapatkan kemuliaan di hadapan mereka dan kedudukan dalam jiwanya.

Terkadang seorang tidak bisa melepaskan diri dari hal-hal semacam ini dalam hatinya. Jika dia tidak memiliki perhatian yang besar terhadap hatinya dan mujahadah yang tinggi dengannya serta menolak gangguan yang datang kepadanya. Anda mendapatkan seorang selama bertahun-tahun terdidik dengan sebuah adab, namun setelah itu anda mendapatkannya melakukan sesuatu yang mengherankan dan terasa tidak masuk akal. Bahkan amal shalih yang dia lakukan seperti dakwah, shalat, puasa dan lainnya semuanya menghilang darinya. Seseorang ada yang anggota badannya lelah dan kekuatannya hilang demi mendapatkan kelezatan maknawi, baik itu dituntut oleh syariat seperti kelezatan beribadah dan bermesraan dengan Allah, atau kelezatan yang diharamkan seperti namanya disebut-sebut dan dikenal serta mendapatkan kemuliaan di sisi manusia.

B. Banyak Mengingat Mati, Menziarahi Kubur dan Melihat Orang yang Sakratul Maut.

Ia merupakan saat-saat di mana manusia keluar dari dunia dan berpisah dengan semua syahwat dan kelezatan, meninggalkan keluarga dan harta yang telah melelahkan jiwanya ketika mengumpulkannya. Saat-saat orang-orang besar terhina, orang-orang yang sombong tertunduk, seorang hamba tidak lagi terikat dengan dunia. Itulah sebabnya banyak orang yang melakuan sedekah pada saat seperti itu. Terkadang salah seorang di antara mereka menulis di saat sehatnya sebuah wasiat yang mewasiatkan bahwa apabila dia mati atau hubungannya terputus dengan dunia agar mengeluarkan sedekah dari hartanya sejumlah sekian dan sekian.

Mengingat mati akan menghidupkan hati dan melunakkan kekerasan yang ada di dalamnya. Tentukan untuk diri anda waktu tertentu untuk memikirkan makna ini, menziarahi kubur dan mengantar jenazah. Sa’id bin Jubair- beliau termasuk ahli ibadah dari kalangan tabi’in dan ulama mereka- pernah berkata, “Apabila hatiku tidak lagi mengingat mati, niscaya saya khawatir ia akan merusak diriku.” (Nuzhatul Fudhala, hal. 506)
Maksudnya kematian akan selalu menghantaui hatinya yang dia mengingatkannya pada setiap keadaannya. Shafwan bin Salim pernah datang ke Baqi’ kemudian Muhammad bin Shalih At-Tamar lewat dan mengikutinya di suatu hari. Muhammad berkata, “Di dalam hatiku berkata: ‘Aku akan melihat apa yang akan dilakukan olehnya (Shafwan).” Suatu hari Shafwan mendatangi sebuah kuburan di Baqi dan terus menerus menangis sampai saya sangat kasian karena banyaknya menangis. Saya menyangka itu adalah kuburan salah satu anggota keluarganya yang dia datang untuk menziarahinya, dia terkenang dengan kerabatnya yang sangat dia cintai sehingga dia menangis dan bersedih dengannya.”
Muhammad kemudian berkata, “Di kesempatan yang lain dia lewat dan saya ikuti, beliau melakukan hal yang sama. Saya ceritakan semua itu kepada Muhammad bin Al-Munkadir dan berkata, ”Semua mereka adalah keluarga dan saudaranya. Dia adalah seorang yang hatinya cepat tersentuh dengan mengingat kematian, setiap kali dia merasakan kekerasan (di hatinya).” (Nuzhatul Fudhala, hal. 610)

C. Duduk Bersama Orang Shalih yang Senantiasa Berdzikir kepada Allah  dan Mengingatkan Kepada Allah  Apabila Memandang Wajahnya.

Di antara manusia ada yang apabila anda memandang wajahnya, maka hatimu akan menjadi tenang dan kesedihan dan kesusahan yang banyak akan hilang darimu. Ibnul Qayyim berkata, “Apabila kami dikelilingi oleh para musuh, mereka mengancam kami, mengganggu kami dan kami diliputi oleh perasaan takut dari segala penjuru, kami mendatangi Syekhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnul Qayyim berkata, “Demi Allah, begitu kami memandang wajah beliau  maka apa yang kami rasakan semua hilang karena melihat pancaran yang keluar dari wajahnya, juga makna yang menunjukkan ketenangan hati beliau, tetapnya hati, ketakwaan dan rasa takut kepada Allah. Sesungguhnya wajah adalah cerminan dari hati. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tidak ada seorang yang mencoba menyembunyikan sebuah rahasia kecuali dinampakkan oleh Allah lewat pancaran mukanya atau ungkapan lisannya.”

Seorang laki-laki masuk menemui Utsman bin Affan kemudian beliau berkata, “Apakah seseorang bermaksiat kepada Tuhannya kemudian masuk menemui saya? Laki-laki tersebut berkata, “Apakah wahyu bisa turun setelah Rasulullah?- maksudnya bagaimana anda mengetahuinya?-Utsman memberitahukan  bahwa firasat seorang mukmin menunjukkan bahwa di wajah ada kegelapan karena kegelapan (maksiat) yang ada di dalam hati dan wajah akan bersinar karena cahaya yang ada di dalam hati.”

Di antara manusia ada juga yang apabila anda memandangnya, maka anda langsung mencintainya sebelum dia berbicara. Sebaliknya ada di antara manusia yang anda sudah membencinya sebelum dia mengeluarkan sepatah kata. Semuanya itu disebabkan karena wajah-wajah mereka adalah lembaran yang berisi lukisan apa yang ada dalam  hatinya.
Ja’far bin Sulaiman berkata, “Apabila saya mendapatkan kekerasan dalam hatiku, saya segera pergi menemui Muhammad bin Wasi’- beliau termasuk ahli ibadah dan orang shalih yang terkenal-wajah beliau seakan-akan menanggung beban.” (Nuzhatul Fudhala, hal. 638)
Maksudnya menanggung beban karena pengaruh rasa takut kepada Allah  sehingga muncul bekas-bekas rasa rasa takut yang jelas di wajahnya. Apabila seorang memandang kepada wajah beliau, maka hatinya akan tergetar sebelum beliau berbicara tanpa mereka memerlukan ucapan yang banyak dari beliau.
Sebagian orang ada yang apabila anda memandang wajahnya, maka hatimu akan merasa gelap. Sehingga orang lain terkadang enggan untuk melihat sebagian wajah seseroang,  karena takut akan mendapatkan kegelapan. Memandang kepada sesuatu seperti ini akan berpengaruh pada hati. Itulah sebabnya Juraij seorang rahib didoakan oleh ibunya sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim: “Ya Allah, jangan Engkau matikan dia sebelum Engkau memperlihatkan kepadanya wajah wanita pezina.”
Ketika ibunya mendatanginya dan dia dalam keadaan shalat, ibunya memanggil: “Wahai Juraij! Dia berkata, “Ya Allah , ibuku atau shalatku? Dia melanjutkan shalatnya. Ibunya pulang dan keesokannya dia datang kembali dan mendapatkannya sedang shalat, dia memanggil “wahai Juraij!” Juraij berkata,’Ya Allah shalatku atau ibuku? Dia melanjutkan shalatnya.
Ibunya pulang dan keesokannya dia datang kembali dan mendapatkannya sedang shalat, dia memanggil lagi “wahai Juraij!” Juraij berkata, ’Ya Allah shalatku atau ibuku dan dia melanjutkan shalatnya. Ibunya berdo’a,’Ya Allah  jangan Engkau matikan dia sebelum dia memandang kepada-wajah wajah wanita pezina.’
Orang-orang Bani Israil menyebut-nyebut nama Juraij dan ibadahnya. Ada seorang wanita pelacur yang sangat cantik berkata, “Jika kalian berkehendak, maka saya akan memfitnahnya untuk kalian.” Wanita tersebut menawarkan dirinya kepada Juraij namun dia tidak menoleh sedikitpun, pelacur itupun akhirnya pergi ke seorang pengembala dan memberikan kesempatan pada dirinya dan dia digauli sehingga hamil. Ketika melahirkan dia mengatakan bahwa ini hasil dari perbuatan Juraij.  Orang-orang mendatangi tempat ibadahnya dan menyuruh Juraij turun kemudian menghancurkannya dan memukul  Juraij bersama-sama. Juraij bertanya, “Apa permasalahanmu? Mereka menjawab,’Anda telah berzina dengan pelacur ini sampai melahirkan. Juraij berkata,’Mana anaknya? Mereka membawa bayinya ke hadapan Juraij. Dia berkata,’Tunggu saya akan melakukan shalat. Setelah selesai beliau mendatangi bayi tersebut kemudian memegang perutnya sambil bertanya,’Siapa ayahmu? Bayi menjawab,’Fulan seorang pengembala.’ Orang-orang kembali mendatangi Juraij kemudian mencium dan memeluknya sambil berkata,’ Kami akan membangun tempat ibadahmu dengan emas.’ Juraij berkata,’Kembalikan bangunan seperti semula dari tanah, dan merekapun melakukannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Doa yang dipanjatkan oleh ibu Juraij bagaimana akibatnya wahai saudaraku? Natijahnya adalah Juraij melihat wajah pelacur sekali saja ketika beliau dituduh (menggaulinya) dan dibawakan kepadanya, dikatakan kepada beliau bahwa andalah yang menggauli wanita ini sampai melahirkan bayi ini. Beliau memandang kepada wanita tersebut sekali saja dan itu merupakan jawaban dari doa ibunya kepadanya. Bagaimana dengan orang yang melepaskan pandangannya setiap pagi dan sore? Dia membuka matanya di hadapan parabola dan melihat wajah-wajah para pelacur.
Berapa kali kita melakukan kesalahan untuk hati kita wahai saudaraku? Berapa kali kita merusaknya dengan tangan dan perbuatan kita? Berapa kali seorang melakukan kesalahan terhadap jiwanya ketika membolak balikkan kejapannya dan melepaskan pandangannnya pada berbagai acara yang terdapat dalam parabola? Dia bisa memandang kepada apa yang diharamkan oleh Allah dan berapa besar pengaruh pandangan ini pada hati?
Memandang wajah orang-orang yang shalih bisa berpengaruh kepada hati. Abdullah bin Mubarak yang beliau termasuk seorang ulama berkata, “Apabila aku memandang kepada Fudhail bin Iyyadh, akan mengingat kembali kesedihan dan jiwaku menjadi gundah gulana kemudian menangis.” (Nuzhatul Fudhala’,hal. 778)
Maksudnya dia bisa membuang darinya kelucuan dan kelalaian, memperbaharui di hatinya rasa sedih dan rindu kepada Akhirat dan beliau menghina dirinya. Jika Ibnul Mubarak menghinakan dirinya apabila memandang kepada wajah Fudhail bin Iyyadh, maka apa yang akan kita katakan sementara kita adalah orang yang memiliki kelalaian yang berkepanjangan?
Permasalahan ini sangat sedikit orang yang membicarakannya, padahal kita sangat perlu kepadanya. Sedikit sekali orang yang menziarahi kubur, mengunjungi majlis orang-orang shalih yang memberikan perkataan yang paling baik dan memperbaharui iman yang ada di hati. Terkadang berkumpul bersama mereka dan membicarakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah seperti gibah dan namimah. Apa alasanya yang mereka berikan dan apa hujjah mereka untuk membenarkan semua itu? Padahal Allah  mengetahui apa yang ada di dalam hati?
D. Ketergantungannya Hanyalah Kepada Allah yang diibadahiNya dan Penciptanya.
Apabila hati telah bergantung kepada makhluk, maka dia akan disiksa oleh makhluk tersebut apapun bentuknya; laki-laki, wanita, mobil, rumah, harta atau lainnya.  Allah  yang telah menciptakan hati ini dan menyusunnya dengan susunan khusus, tidak akan pernah baik kapanpun kecuali dengan menggantungkannya kepada Tuhan dan Pemiliknya. Apabila dia menggantungkannya kepada selain Allah , maka dia akan tersiksa dengan ketergantungan tersebut.
Itulah sebabnya anda mendapatkan banyak manusia yang mereka bertanya tentang permasalahan yang berkaitan dengan ikatan dan hubungan dengan sebagian sahabatnya dan urusan banyak yang bercampur padanya. Mereka menyangka bahwa semua itu untuk Allah, karena Allah  dan mendekatkan dirinya kepada Allah, padahal mereka mendapatkan sakitnya dalam hatinya, merasakan kerugian yang ada dalam hatinya. Relasi, pekerjaan, keadaan, ikatan, majlis dan perkataan apabila dia benar dan disertai dengan niat yang baik dari pelakunya, maka ia akan mewarisi cahaya dan ketenangan di dalam hati. Tetapi jika dilakukan dengan tidak benar, maka hatinya akan merana dan sakit. Barangsiapa bersahabat dengan seorang dari manusia karena Allah  dan untuk Allah, maka itu akan melapangkan dadanya dan menguatkan hatinya. Sebaliknya apabila itu untuk tujuan yang lain, terkadang dia tidak mengetahuinya atau mendapatknya, namun dia akan mendapatkan sakit dan kerugiannya karena persahabatan tersebut. Bahkan dia akan senantiasa memberikan pengaruh, terkadang mengotori hidupnya. Ini baru satu contoh.
Menggantungkan hati hanya kepada Allah  semata, itulah yang akan memperbaiki hati. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Semakin hati mencintai Allah, maka akan bertambah ubudiyahnya. Setiap bertambah ubudiyahnya, maka kecintaan dan kemerdekaannya dari selain Allah  akan bertambah. Jangan hati menjadi budak atau tawanan untuk seorangpun dari sesama makhluk baik wanita atau manusia siapapun-.
Beliau juga berkata, “Hati itu fakir kepada Allah dari dua segi; dari segi ibadah dan dari segi isti’anah (meminta pertolongan) dan tawakkal. Hati tidak akan pernah baik, beruntung, bahagia, benar, tenang dan tenteram kecuali dengan beribadah kepada Tuhannya, mencintai-Nya dan kembali kepada-Nya. Sekalipun dia mendapatkan semua yang menjadi kelezatan para makhluk, namun dia tidak akan tenang dan tenteram. Ia memiliki kefakiran yang hakiki kepada Tuhannya, karena Dia sebagai Dzat yang diibadahi-Nya, yang dicintai-Nya dan yang dimintai-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 10/193-194)
Itulah sebabnya Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya di dalam hati ada kesunyian yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan bermesraan dengan Allah. Di dalamnya ada kedukaan yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan kesenangan dalam mengenal-Nya, di dalamnya ada kefakiran yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan kejujuran dalam kembali kepada-Nya. Seandainya dunia beserta isinya diberikan kepadanya, niscaya kefakiran itu tidak akan bisa hilang selamanya.”

  1. Amal Shalih Dengan Segalam Macamnya.

Abdullah bin Abbas berkata, “Sesungguhnya kebaikan memiliki cahaya di hati,  sinar di wajah, energi di badan, tambahan pada rizki dan kecintaan di dalam hati semua makhluk. Sebaliknya, kejelekan menjadikan hitam di wajah, kegelapan di hati, kekurangan pada rizki dan kebencian dalam hati setiap orang.”

  1. Memanfaatkan Hati Sesuai Fungsinya

Hati ini diciptakan supaya menjadi hamba bagi Allah, dibuat untuk melakukan amalan yang mulia yaitu amalan hati yang shalih. Apabila hati disibukkan dengan yang lainnya, maka dia akan kotor kemudian rusak. Syekh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah berkata, ”Kemudian Allah  menciptakan hati bagi manusia agar mereka mengetahui sesuatu dengannya, sebagaimana mata diciptakan untuk melihat dan telinga untuk mendengar sesuatu. Sampai beliau berkata, ”Begitulah halnya semua anggota badan baik yang batin maupun yang zahir. Apabila seorang hamba memanfaatkan anggota badannya sesuai fungsi yang ia diciptakan dan dipersiapkan, maka itulah kebenaran yang pasti dan keadilan yang dengannya tegak langit dan bumi. Semua itu akan memberikan kebaikan kepada anggota tersebut. Mendapatkan keridhaan kepada Allah dan kebaikan sesuatu yang dilakukannya.”

Kemudian beliau berkata, ”Apabila anggota tersebut tidak dimanfaatkan sesuai dengan haknya, tetapi dibiarkan tidak termanfaatkan, maka itu termasuk kerugian dan pemiliknya adalah tertipu. Jika dimanfaatkan untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan fungsinya, maka itu termasuk kesesatan dan kebinasaan, pemiliknya termasuk orang-orang yang mengganti nikmat Allah  dengan kekafiran.”

Beliau juga berkata, ”Kemudian penghulu dan raja dari anggota badan adalah hati. Ia telah diciptakan untuk beramal dengannya, ia diarahkan untuk mendapatkan ilmu yaitu lewat berpikir  dan menelaah. Sebagaimana telinga disuruh untuk menangkap pembicaraan agar bisa didengar. Berpikir  bagi hati bagaikan mendengar bagi telinga.” Kemudian beliau berkata, ”Kebaikan hati dan fungsi yang ia diciptakan adalah untuk mengikat sesuatu, memahaminya dan menetapkannya di dalam hati. Sehingga ia menjadi kaya di waktu kelaparan dan selaras antara perbuatan dan ucapan, antara batinnya dan zahirnya, itulah orang yang telah diberikan hikmah sebagaimana firman Allah,

Allah  memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”  (QS. Al-Baqarah: 269)

G. Berzikir Kepada Allah dan Membaca Al-Qur’an

Pembicaraan tentang masalah ini akan melebar, tetapi cukup sekedar hal-hal yang penting. Sulaiman Al-Hawwas rahimahullah berkata, ”Dzikir bagi hati laksana makanan bagi badan. Badan tidak akan merasakan nikmatnya makanan apabila sakit, begitu juga hati tidak akan merasakan nikmatnya dzikir bersama kecintaan terhadap dunia.” (Majmu’ Fatawa, 9/312)

Alangkah indahnya perkataan seorang penyair:

Obat hatimu ketika dia keras ada lima
Pergilah mengambilnya maka anda akan beruntung;
Kosongkan perut dan baca Al-Qur’an sambil merenung
Merendahkan diri di sepertiga akhir malam
shalat tahajjud di akhir malam atau di tengahnya
Dan anda duduk di majlis orang baik dan berpengalaman


-------------------------------------
Diterjemahkan oleh Dr. Nurul Mukhlisin Asyrafuddin, Lc., M.Ag dari kitab A’MALUL QULUB,DR. Syekh Khalid bin Utsman As-Sibt


Tidak ada komentar:

Posting Komentar