Di antara perkara
paling penting yang bisa memperbaiki hati adalah;
- Mujahadah
Manusia perlu selalu
melakukan mujahadah dan mukabadah (bersusah payah) secara terus
menerus. Ibnu Munkadir yang termasuk ulama tabi’in berkata, “Aku bersusah payah
menundukkan nafsuku selama 40 tahun baru bisa istiqamah.” (Nuzhatul
Fudhala’, hal. 607)
Berkaitan dengan masalah
ubudiah (penghambaan) beliau melakukan sesuatu yang mengagumkan, beliau
berkata, “Sesungguhnya saya memasuki malam kemudian berkhalwat dengan
menghabiskan seluruh malam ssampai semuanya tidak terasa.”
Apa maksud perkataan ini? Maksudnya apabila
malam telah tiba, saya segera shalat dan berkhalwat dengan Tuhanku. Malam tidak
berlalu kecuali semua waktunya saya manfaatkan dan habiskan untuk beribadah
sampai tidak merasakannya. Saya belum mendapatkan apa yang saya inginkan dari
panjangnya munajat. Malam sangat pendek dalam pandangannya karena
keterlenaannya dan kerinduannya di dalamnya.”
Bagaimana kita bisa sampai ke tingkatan
ini? Sementara kita apabila mendapatkan imam shalat dengan memanjangkan
beberapa menit, kita mulai merasa bosan. Sebagian di antara kita berdehem
bahkan sebagian yang lainnya menggerakkan jemarinya dan membunyikannya, bahkan
kita memaki imam setelah itu. Ketika kita shalat, seakan-akan seorang di antara
kita bagaikan burung yang berada di dalam sangkar yang berusaha mencari jalan
untuk bisa keluar.
Seandainya hati kita penuh dengan kecintaan
kepada Allah dan menghadap kepada-Nya,
niscaya kita tidak akan pernah kenyang dengan shalat dan ibadah kita. Berapa
banyak orang shalih yang saya lihat yang orang lain merasa heran kepadanya,
bagaimana dia bisa menangis ketika membaca al-Qur’an dalam shalat yang sirri
(tidak jahar)? Apa yang mengherankan dalam hal ini. bukankah dia sedang
munajat kepada Tuhannya? Bagaimana mereka bisa heran dengan hal ini?
Maqam (posisi) apa
yang lebih agung daripada maqam seorang hamba di hadapan Tuhan sang Penciptanya?
Dia munajat kepada-Nya dan tersungkur di hadapan-Nya dalam keadaan yang sangat
hina. Seorang menghinakan dirinya, merendahkan keningnya ketika sujud dan
ruku’. Apakah ada penghinaan yang lebih tinggi daripada munajat kepada Allah dan tunduk di hadapan-Nya sementara kening
ditaruh di tanah? Tidak ada bentuk kehinaan yang lebih agung dari itu. Tetapi
kita telah terbiasa dan shalat tidak lagi memberikan pengaruh pada hati kita.
Walau bagaimanapun, wahai saudara-saudaraku! Kita perlu banyak melakukan
mujahadah untuk memperbaiki hati kita. Semoga majlis seperti ini bisa menjadi
penyebab tertolongnya seseorang di antara kita dalam memperbaiki hatinya.
Abu Hafsh An-Naisaburi berkata, “Saya
menjaga hati selama dua puluh tahun, kemudian ia menjaga saya selama dua puluh
tahun.” (Nuzhatul Fudhala’ hal. 120)
Apabila hati seorang hamba bisa istiqamah,
maka amalan dan anggota badannya akan turut istiqamah. Ketika syetan datang
dalam lintasan pikirannya sebelum hatinya istiqamah dan tetap dalam ketaatan,
maka hati memerlukan pencegahan yang kuat dari pikiran tersebut. Apabila di
hati terdapat kekuatan iman, hati telah istiqamah untuk pemiliknya,
mendorongnya untuk taat kepada Allah dan menghadap kepada-Nya, maka ia sudah
bisa menjaga pemiliknya.
Apabila dia melihat sesuatu yang jiwa-jiwa
lemah menoleh kepadanya, pemilik hati yang sakit melihat kepadanya, orang yang
di dalam hatinya ada penyakit akan tamak dengannya, maka dia sebaliknya akan
memalingkan hatinya dari semua perkara yang mengotori ini. Dia tidak akan
menoleh kepadanya. Dia akan segera ingat kepada keagungan Allah dan pengawasan-Nya kepadanya, jiwanya tidak
akan tergerak untuk melakukan
kemaksiatan, apalagi terjerumus kepada sesuatu yang syubhat dan terlibat pada
urusan dan perkara yang dia tidak layak untuk terlibat di dalamnya.
Abu Hafsah selanjutnya berkata, ”Saya telah
menjaga hatiku selama dua puluh tahun kemudian dia menjaga saya selama dua
puluh tahun. Setelah itu muncul pada diri saya dan pada dirinya satu keadaan
yang saya dan dia sama-sama terjaga semuanya.” Maksud dari pernyataan ini
bahwasanya dia telah bersusah payah selama dua puluh tahun (menjaga hatinya)
sehingga hatinya bisa istiqamah, setelah itu hatinya menjaga dirinya selama dua
puluh tahun. Berikutnya lewat satu keadaan dimana hatinya terjaga, anggota
badan yang lainnya juga terjaga ketika ia membiasakannya dalam taat kepada Allah
. Mata tidak lagi memandang kecuali kepada apa yang diridhai Allah, mendengar
kepada sesuatu yang diharamkan yang kebanyakan hati orang cenderung kepadanya
dan menyukainya, hatinya berpaling darinya dan telinganya tidak lagi ingin
mendengarnya, ia tidak mendapatkan kenikmatan dan kelezatan sebagaimana yang
dirasakan oleh orang-orang yang hatinya sakit.
Itulah sebabnya, apabila anda ingin
mentarbiyah jiwa anda, maka pertama kali hendaknya anda menjaga hati anda.
Berikutnya hati anda akan menjaga anda dan setelah itu anda dan dia akan
terjaga bersama. Tidak cukup kita sekedar mengajar orang lain masalah-masalah
yang zahir, tidak cukup kita hanya menyebutkan dalil- sekalipun itu
diperlukan-namun kita mesti mentarbiyah hati agar bisa merasakan takut, cinta,
khasyah, mujahadah, sabar, yakin dan yang semakna dengan itu.
Adapun jika hati tidak terjaga sekalipun
zahirnya baik, maka penyakit hati dan kotorannya akan nampak dalam banyak
kesempatan. Akan nampak ketika terjadi perdebatan, orang berkawan saling
berbantah sehingga menimbulkan saling membenci dan mencaci yang berakhir dengan
permusuhan. Akan terlihat juga pada kesempatan di mana jiwa ingin untuk selalu
tampil dan tinggi di bumi. Jiwa yang seperti itu membutuhkan usaha dan
perjuangan untuk ditundukkan oleh seorang hamba. Dia mengambil kendalinya dan
tidak melepaskannya. Kalau tidak demikian dan dia melepasnya, maka akan
menggiring dirinya ke jurang kebinasaan, karena menginginkan ketenaran dan
mendapatkan syahwat maknawi dan kelezatan yang lebih nikmat dari kelezatan
jasmani yang diinginkan oleh orang-orang miskin. Terkadang mereka hanya
menginginkan kelezatan jasmani seperti makanan, minuman, pakaian, wanita atau
harta. Namun di sana ada syahwat yang lebih besar dari itu semua, yaitu
keinginan untuk menjadi orang terkenal di muka bumi dan berada di atas semua
manusia, mendapatkan kemuliaan di hadapan mereka dan kedudukan dalam jiwanya.
Terkadang seorang tidak bisa melepaskan
diri dari hal-hal semacam ini dalam hatinya. Jika dia tidak memiliki perhatian
yang besar terhadap hatinya dan mujahadah yang tinggi dengannya serta menolak gangguan
yang datang kepadanya. Anda mendapatkan seorang selama bertahun-tahun terdidik
dengan sebuah adab, namun setelah itu anda mendapatkannya melakukan sesuatu
yang mengherankan dan terasa tidak masuk akal. Bahkan amal shalih yang dia
lakukan seperti dakwah, shalat, puasa dan lainnya semuanya menghilang darinya.
Seseorang ada yang anggota badannya lelah dan kekuatannya hilang demi
mendapatkan kelezatan maknawi, baik itu dituntut oleh syariat seperti kelezatan
beribadah dan bermesraan dengan Allah, atau kelezatan yang diharamkan seperti
namanya disebut-sebut dan dikenal serta mendapatkan kemuliaan di sisi manusia.
B. Banyak Mengingat
Mati, Menziarahi Kubur dan Melihat Orang yang Sakratul Maut.
Ia merupakan saat-saat di mana manusia keluar dari dunia dan berpisah
dengan semua syahwat dan kelezatan, meninggalkan keluarga dan harta yang telah
melelahkan jiwanya ketika mengumpulkannya. Saat-saat orang-orang besar terhina,
orang-orang yang sombong tertunduk, seorang hamba tidak lagi terikat dengan
dunia. Itulah sebabnya banyak orang yang melakuan sedekah pada saat seperti
itu. Terkadang salah seorang di antara mereka menulis di saat sehatnya sebuah
wasiat yang mewasiatkan bahwa apabila dia mati atau hubungannya terputus dengan
dunia agar mengeluarkan sedekah dari hartanya sejumlah sekian dan sekian.
Mengingat mati akan menghidupkan hati dan melunakkan
kekerasan yang ada di dalamnya. Tentukan untuk diri anda waktu tertentu untuk
memikirkan makna ini, menziarahi kubur dan mengantar jenazah. Sa’id bin Jubair-
beliau termasuk ahli ibadah dari kalangan tabi’in dan ulama mereka- pernah
berkata, “Apabila hatiku tidak lagi mengingat mati, niscaya saya khawatir ia
akan merusak diriku.” (Nuzhatul Fudhala, hal. 506)
Maksudnya kematian akan selalu menghantaui hatinya yang
dia mengingatkannya pada setiap keadaannya. Shafwan bin Salim pernah datang ke
Baqi’ kemudian Muhammad bin Shalih At-Tamar lewat dan mengikutinya di suatu
hari. Muhammad berkata, “Di dalam hatiku berkata: ‘Aku akan melihat apa yang
akan dilakukan olehnya (Shafwan).” Suatu hari Shafwan mendatangi sebuah kuburan
di Baqi dan terus menerus menangis sampai saya sangat kasian karena banyaknya
menangis. Saya menyangka itu adalah kuburan salah satu anggota keluarganya yang
dia datang untuk menziarahinya, dia terkenang dengan kerabatnya yang sangat dia
cintai sehingga dia menangis dan bersedih dengannya.”
Muhammad kemudian berkata, “Di kesempatan yang lain dia
lewat dan saya ikuti, beliau melakukan hal yang sama. Saya ceritakan semua itu
kepada Muhammad bin Al-Munkadir dan berkata, ”Semua mereka adalah keluarga dan
saudaranya. Dia adalah seorang yang hatinya cepat tersentuh dengan mengingat
kematian, setiap kali dia merasakan kekerasan (di hatinya).” (Nuzhatul
Fudhala, hal. 610)
C. Duduk Bersama Orang
Shalih yang Senantiasa Berdzikir kepada Allah dan Mengingatkan Kepada Allah Apabila Memandang Wajahnya.
Di antara manusia ada yang apabila anda memandang wajahnya, maka hatimu
akan menjadi tenang dan kesedihan dan kesusahan yang banyak akan hilang darimu.
Ibnul Qayyim berkata, “Apabila kami dikelilingi oleh para musuh, mereka
mengancam kami, mengganggu kami dan kami diliputi oleh perasaan takut dari
segala penjuru, kami mendatangi Syekhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnul Qayyim
berkata, “Demi Allah, begitu kami memandang wajah beliau maka apa yang kami rasakan semua hilang
karena melihat pancaran yang keluar dari wajahnya, juga makna yang menunjukkan
ketenangan hati beliau, tetapnya hati, ketakwaan dan rasa takut kepada Allah. Sesungguhnya
wajah adalah cerminan dari hati. Itulah sebabnya dikatakan bahwa tidak ada
seorang yang mencoba menyembunyikan sebuah rahasia kecuali dinampakkan oleh Allah
lewat pancaran mukanya atau ungkapan lisannya.”
Seorang laki-laki masuk menemui Utsman bin Affan kemudian beliau
berkata, “Apakah seseorang bermaksiat kepada Tuhannya kemudian masuk menemui
saya? Laki-laki tersebut berkata, “Apakah wahyu bisa turun setelah Rasulullah?-
maksudnya bagaimana anda mengetahuinya?-Utsman memberitahukan bahwa firasat seorang mukmin menunjukkan
bahwa di wajah ada kegelapan karena kegelapan (maksiat) yang ada di dalam hati
dan wajah akan bersinar karena cahaya yang ada di dalam hati.”
Di antara manusia ada juga yang apabila anda
memandangnya, maka anda langsung mencintainya sebelum dia berbicara. Sebaliknya
ada di antara manusia yang anda sudah membencinya sebelum dia mengeluarkan
sepatah kata. Semuanya itu disebabkan karena wajah-wajah mereka adalah lembaran
yang berisi lukisan apa yang ada dalam
hatinya.
Ja’far bin Sulaiman berkata, “Apabila saya mendapatkan
kekerasan dalam hatiku, saya segera pergi menemui Muhammad bin Wasi’- beliau
termasuk ahli ibadah dan orang shalih yang terkenal-wajah beliau seakan-akan
menanggung beban.” (Nuzhatul Fudhala, hal. 638)
Maksudnya menanggung beban karena pengaruh rasa takut
kepada Allah sehingga muncul bekas-bekas
rasa rasa takut yang jelas di wajahnya. Apabila seorang memandang kepada wajah
beliau, maka hatinya akan tergetar sebelum beliau berbicara tanpa mereka
memerlukan ucapan yang banyak dari beliau.
Sebagian orang ada yang apabila anda memandang wajahnya,
maka hatimu akan merasa gelap. Sehingga orang lain terkadang enggan untuk
melihat sebagian wajah seseroang, karena
takut akan mendapatkan kegelapan. Memandang kepada sesuatu seperti ini akan
berpengaruh pada hati. Itulah sebabnya Juraij seorang rahib didoakan oleh
ibunya sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim: “Ya Allah, jangan
Engkau matikan dia sebelum Engkau memperlihatkan kepadanya wajah wanita
pezina.”
“Ketika ibunya mendatanginya dan dia dalam keadaan
shalat, ibunya memanggil: “Wahai Juraij! Dia berkata, “Ya Allah , ibuku atau
shalatku? Dia melanjutkan shalatnya. Ibunya pulang dan keesokannya dia datang
kembali dan mendapatkannya sedang shalat, dia memanggil “wahai Juraij!” Juraij
berkata,’Ya Allah shalatku atau ibuku? Dia melanjutkan shalatnya.
Ibunya pulang dan keesokannya
dia datang kembali dan mendapatkannya sedang shalat, dia memanggil lagi “wahai
Juraij!” Juraij berkata, ’Ya Allah shalatku atau ibuku dan dia melanjutkan
shalatnya. Ibunya berdo’a,’Ya Allah jangan Engkau matikan dia sebelum dia
memandang kepada-wajah wajah wanita pezina.’
Orang-orang Bani Israil
menyebut-nyebut nama Juraij dan ibadahnya. Ada seorang wanita pelacur yang sangat cantik berkata, “Jika kalian
berkehendak, maka saya akan memfitnahnya untuk kalian.” Wanita tersebut
menawarkan dirinya kepada Juraij namun dia tidak menoleh sedikitpun, pelacur
itupun akhirnya pergi ke seorang pengembala dan memberikan kesempatan pada
dirinya dan dia digauli sehingga hamil. Ketika melahirkan dia mengatakan bahwa
ini hasil dari perbuatan Juraij.
Orang-orang mendatangi tempat ibadahnya dan menyuruh Juraij turun
kemudian menghancurkannya dan memukul
Juraij bersama-sama. Juraij bertanya, “Apa permasalahanmu? Mereka
menjawab,’Anda telah berzina dengan pelacur ini sampai melahirkan. Juraij
berkata,’Mana anaknya? Mereka membawa bayinya ke hadapan Juraij. Dia
berkata,’Tunggu saya akan melakukan shalat. Setelah selesai beliau mendatangi
bayi tersebut kemudian memegang perutnya sambil bertanya,’Siapa ayahmu? Bayi
menjawab,’Fulan seorang pengembala.’ Orang-orang kembali mendatangi Juraij
kemudian mencium dan memeluknya sambil berkata,’ Kami akan membangun tempat
ibadahmu dengan emas.’ Juraij berkata,’Kembalikan bangunan seperti semula dari
tanah, dan merekapun melakukannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Doa yang dipanjatkan oleh ibu Juraij bagaimana akibatnya
wahai saudaraku? Natijahnya adalah Juraij melihat wajah pelacur sekali saja
ketika beliau dituduh (menggaulinya) dan dibawakan kepadanya, dikatakan kepada
beliau bahwa andalah yang menggauli wanita ini sampai melahirkan bayi ini.
Beliau memandang kepada wanita tersebut sekali saja dan itu merupakan jawaban
dari doa ibunya kepadanya. Bagaimana dengan orang yang melepaskan pandangannya setiap
pagi dan sore? Dia membuka matanya di hadapan parabola dan melihat wajah-wajah
para pelacur.
Berapa kali kita melakukan kesalahan untuk hati kita
wahai saudaraku? Berapa kali kita merusaknya dengan tangan dan perbuatan kita?
Berapa kali seorang melakukan kesalahan terhadap jiwanya ketika membolak
balikkan kejapannya dan melepaskan pandangannnya pada berbagai acara yang
terdapat dalam parabola? Dia bisa memandang kepada apa yang diharamkan oleh Allah
dan berapa besar pengaruh pandangan ini pada hati?
Memandang wajah orang-orang yang shalih bisa berpengaruh
kepada hati. Abdullah bin Mubarak yang beliau termasuk seorang ulama berkata,
“Apabila aku memandang kepada Fudhail bin Iyyadh, akan mengingat kembali
kesedihan dan jiwaku menjadi gundah gulana kemudian menangis.” (Nuzhatul
Fudhala’,hal. 778)
Maksudnya dia bisa membuang darinya kelucuan dan
kelalaian, memperbaharui di hatinya rasa sedih dan rindu kepada Akhirat dan beliau
menghina dirinya. Jika Ibnul Mubarak menghinakan dirinya apabila memandang
kepada wajah Fudhail bin Iyyadh, maka apa yang akan kita katakan sementara kita
adalah orang yang memiliki kelalaian yang berkepanjangan?
Permasalahan ini sangat sedikit orang yang
membicarakannya, padahal kita sangat perlu kepadanya. Sedikit sekali orang yang
menziarahi kubur, mengunjungi majlis orang-orang shalih yang memberikan
perkataan yang paling baik dan memperbaharui iman yang ada di hati. Terkadang
berkumpul bersama mereka dan membicarakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah seperti
gibah dan namimah. Apa alasanya yang mereka berikan dan apa hujjah mereka untuk
membenarkan semua itu? Padahal
Allah mengetahui apa yang ada di dalam
hati?
D. Ketergantungannya
Hanyalah Kepada Allah yang diibadahiNya dan Penciptanya.
Apabila hati telah bergantung kepada makhluk, maka dia
akan disiksa oleh makhluk tersebut apapun bentuknya; laki-laki, wanita, mobil,
rumah, harta atau lainnya. Allah yang telah menciptakan hati ini dan
menyusunnya dengan susunan khusus, tidak akan pernah baik kapanpun kecuali
dengan menggantungkannya kepada Tuhan dan Pemiliknya. Apabila dia
menggantungkannya kepada selain Allah , maka dia akan tersiksa dengan
ketergantungan tersebut.
Itulah sebabnya anda mendapatkan banyak manusia yang
mereka bertanya tentang permasalahan yang berkaitan dengan ikatan dan hubungan
dengan sebagian sahabatnya dan urusan banyak yang bercampur padanya. Mereka
menyangka bahwa semua itu untuk Allah, karena Allah dan mendekatkan dirinya kepada Allah, padahal
mereka mendapatkan sakitnya dalam hatinya, merasakan kerugian yang ada dalam
hatinya. Relasi, pekerjaan, keadaan, ikatan, majlis dan perkataan apabila dia
benar dan disertai dengan niat yang baik dari pelakunya, maka ia akan mewarisi
cahaya dan ketenangan di dalam hati. Tetapi jika dilakukan dengan tidak benar,
maka hatinya akan merana dan sakit. Barangsiapa bersahabat dengan seorang dari
manusia karena Allah dan untuk Allah,
maka itu akan melapangkan dadanya dan menguatkan hatinya. Sebaliknya apabila
itu untuk tujuan yang lain, terkadang dia tidak mengetahuinya atau
mendapatknya, namun dia akan mendapatkan sakit dan kerugiannya karena
persahabatan tersebut. Bahkan dia akan senantiasa memberikan pengaruh,
terkadang mengotori hidupnya. Ini baru satu contoh.
Menggantungkan hati hanya kepada Allah semata, itulah yang akan memperbaiki hati.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Semakin hati mencintai Allah, maka akan
bertambah ubudiyahnya. Setiap bertambah ubudiyahnya, maka kecintaan dan
kemerdekaannya dari selain Allah akan
bertambah. Jangan hati menjadi budak atau tawanan untuk seorangpun dari sesama
makhluk baik wanita atau manusia siapapun-.
Beliau juga berkata, “Hati itu fakir kepada Allah dari
dua segi; dari segi ibadah dan dari segi isti’anah (meminta pertolongan)
dan tawakkal. Hati tidak akan pernah baik, beruntung, bahagia, benar, tenang
dan tenteram kecuali dengan beribadah kepada Tuhannya, mencintai-Nya dan
kembali kepada-Nya. Sekalipun dia mendapatkan semua yang menjadi kelezatan para
makhluk, namun dia tidak akan tenang dan tenteram. Ia memiliki kefakiran yang
hakiki kepada Tuhannya, karena Dia sebagai Dzat yang diibadahi-Nya, yang
dicintai-Nya dan yang dimintai-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 10/193-194)
Itulah sebabnya Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya di
dalam hati ada kesunyian yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan bermesraan
dengan Allah. Di dalamnya ada kedukaan yang tidak bisa dihilangkan kecuali
dengan kesenangan dalam mengenal-Nya, di dalamnya ada kefakiran yang tidak bisa
dihilangkan kecuali dengan kejujuran dalam kembali kepada-Nya. Seandainya dunia
beserta isinya diberikan kepadanya, niscaya kefakiran itu tidak akan bisa
hilang selamanya.”
- Amal Shalih Dengan Segalam Macamnya.
Abdullah bin Abbas berkata, “Sesungguhnya
kebaikan memiliki cahaya di hati, sinar
di wajah, energi di badan, tambahan pada rizki dan kecintaan di dalam hati
semua makhluk. Sebaliknya, kejelekan menjadikan hitam di wajah, kegelapan di
hati, kekurangan pada rizki dan kebencian dalam hati setiap orang.”
- Memanfaatkan Hati Sesuai Fungsinya
Hati ini diciptakan supaya menjadi hamba
bagi Allah, dibuat untuk melakukan amalan yang mulia yaitu amalan hati yang
shalih. Apabila hati disibukkan dengan yang lainnya, maka dia akan kotor
kemudian rusak. Syekh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah berkata, ”Kemudian Allah menciptakan hati bagi manusia agar mereka
mengetahui sesuatu dengannya, sebagaimana mata diciptakan untuk melihat dan
telinga untuk mendengar sesuatu. Sampai beliau berkata, ”Begitulah halnya semua
anggota badan baik yang batin maupun yang zahir. Apabila seorang hamba
memanfaatkan anggota badannya sesuai fungsi yang ia diciptakan dan
dipersiapkan, maka itulah kebenaran yang pasti dan keadilan yang dengannya
tegak langit dan bumi. Semua itu akan memberikan kebaikan kepada anggota
tersebut. Mendapatkan keridhaan kepada Allah dan kebaikan sesuatu yang
dilakukannya.”
Kemudian beliau berkata, ”Apabila anggota
tersebut tidak dimanfaatkan sesuai dengan haknya, tetapi dibiarkan tidak
termanfaatkan, maka itu termasuk kerugian dan pemiliknya adalah tertipu. Jika
dimanfaatkan untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan fungsinya, maka itu
termasuk kesesatan dan kebinasaan, pemiliknya termasuk orang-orang yang
mengganti nikmat Allah dengan
kekafiran.”
Beliau juga berkata, ”Kemudian penghulu dan
raja dari anggota badan adalah hati. Ia telah diciptakan untuk beramal
dengannya, ia diarahkan untuk mendapatkan ilmu yaitu lewat berpikir dan menelaah. Sebagaimana telinga disuruh
untuk menangkap pembicaraan agar bisa didengar. Berpikir bagi hati bagaikan mendengar bagi telinga.”
Kemudian beliau berkata, ”Kebaikan hati dan fungsi yang ia diciptakan adalah
untuk mengikat sesuatu, memahaminya dan menetapkannya di dalam hati. Sehingga
ia menjadi kaya di waktu kelaparan dan selaras antara perbuatan dan ucapan,
antara batinnya dan zahirnya, itulah orang yang telah diberikan hikmah
sebagaimana firman Allah,
”Allah memberikan hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi
kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal.” (QS.
Al-Baqarah: 269)
G. Berzikir Kepada Allah
dan Membaca Al-Qur’an
Pembicaraan tentang masalah ini akan
melebar, tetapi cukup sekedar hal-hal yang penting. Sulaiman Al-Hawwas rahimahullah
berkata, ”Dzikir bagi hati laksana makanan bagi badan. Badan tidak akan
merasakan nikmatnya makanan apabila sakit, begitu juga hati tidak akan
merasakan nikmatnya dzikir bersama kecintaan terhadap dunia.” (Majmu’
Fatawa, 9/312)
Alangkah indahnya perkataan seorang
penyair:
Obat hatimu ketika dia
keras ada lima
Pergilah mengambilnya
maka anda akan beruntung;
Kosongkan perut dan baca
Al-Qur’an sambil merenung
Merendahkan diri di
sepertiga akhir malam
shalat tahajjud di akhir
malam atau di tengahnya
Dan anda duduk di majlis
orang baik dan berpengalaman
-------------------------------------
Diterjemahkan oleh Dr. Nurul Mukhlisin Asyrafuddin, Lc., M.Ag dari kitab A’MALUL QULUB,DR. Syekh Khalid bin Utsman As-Sibt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar