Kamis, 10 Oktober 2013

Putra Dua Orang Yang Disembelih





Kurang lebih 14 abad yang silam, dunia seluruhnya menanti sebuah pristiwa besar yang sudah hampir terjadi. Mereka menunggu kelahiran seorang anak yang mulia, yang sebentar lagi akan lahir dunia dan diutus ke dunia.

Semua orang memastikan bahwa bayi tersebut akan terlahir tinggal beberapa hari lagi. Setelah itu, suaranya akan memecahkan keheningan yang ada. Wajahnya akan menyinari kegelapan yang sedang menyelimuti alam. Tanda-tanda kelahirannya telah nyata. Kegembiraan telah menyelimuti semua yang ada.

Para pendeta setiap malam menunggu tibanya kelahiran tersebut. Mereka setiap malam melihat ke bintang-bintang di langit. Mereka juga bertanya kepada para kafilah Arab yang datang ke Syam mengenai bayi-bayi yang baru lahir di daerahnya. Penantian tidak berlangsung lama. Detik-detik pemisah dalam sejarah manusia telah tiba. Bayi yang dinanti telah lahir. Namun siapakah dia? Dimana ia dilahirkan?

*****

Di Jazirah Arab, Mekkah merupakan Ummul Qura (ibu kota). Ia menjadi tempat yang dituju oleh orang-orang Arab untuk mengunjungi Baitullah, yaitu Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il alaihimassalam. Disamping itu orang-orang Qurays juga mendiami tempat itu.

Ia merupakan salah satu kabilah yang paling besar di Arab. Kabilah inilah yang bertugas memelihara Ka’bah, memberikan minum dan pertolongan kepada orang-orang yang berhaji. Dengan demikian, mereka berhak mendapatkan penghargaan dari semua orang Arab. Di seputar Ka’bah terdapat sejumlah patung dan berhala orang-orang Arab. Patung dan berhala yang dipahat dari batu dan kayu, kemudian mereka menyembahnya selain Allah. Al-Laata, Al-Uzza, Manat, Hubal, Isaaf, Na’ilah dan sejumlah patung lainnya mereka tempatkan di sekitar Mekkah. Mereka sujud kepadanya dan berkeliling di seputarnya. Mereka kafir kepada Allah dan berbuat syirik kepada-Nya.

Di semenanjung Arab terjadi peperangan antar kabilah yang bisa disebabkan karena permasalahan sepele. Perang besar bisa terjadi sekedar karena ada kuda yang kalah dalam pacuan, atau karena seorang mengingikan tanah atau air orang lain. Tidak ada peperangan yang cepat selesai. Bahkan ada yang berlangsung bertahun-tahun, seperti perang Basus, Dahis dan Ghabra’.

Orang-orang yang datang ke Makkah sering mendengar suara bayi-bayi perempuan yang dikuburkan hidup-hidup oleh ayahnya, karena khawatir akan mendapatkan celaan. Di keheningan malam, orang-orang Arab mengambil khamar dan meminumnya. Ini di antara sekian kebiasaan buruk mereka.

Walaupun memiliki berbagai perangai tercela seperti ini, namun orang-orang Arab juga mempunyai sifat-sifat yang mulia, seperti dermawan dan pemurah. Mereka mengetahui bagaimana cara menunaikan hak dan kewajiban terhadap para tamu. Apabila berjanji, mereka selalu menepatinya, walaupun itu harus mengorbankan harta dan nyawanya.

Mata pencaharian mereka didapati lewat berdagang dan mengembala. Sebagian mereka mengembalakan kambingnya di bukit-bukit yang ada di sekitar Mekkah. Mereka minum dari susu kambingnya dan membuat selimut dan pakaian dari bulunya. Orang-orang kaya di antara mereka keluar berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. Inilah yang diceritakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (Quraisy: 1-4)

*****

Di kalangan Bani Hasyim yang merupakan salah satu Kabilah paling besar di suku Quraisy, terdapat Abdul Muththalib yang menjadi pemimpin suku dan hidup bersama sepuluh anaknya. Abdul Muththalib terkenang kembali kepada mimpinya, dimana ada seorang yang menyuruhnya menggali kembali sumur Zam-Zam setelah lama tertimbun tanah.

Setelah selesai menggalinya, orang-orang Quraisy ingin merebut sumur tersebut darinya karena mereka merasa sama-sama memiliki. Beliau bernazar seandainya Allah mengkaruniakan sepuluh anak, niscaya ia akan menyembelih di pintu Ka’bah salah satu darinya.

Berikut ini kesepuluh putra beliau, yaitu Al-Harits, Az-Zubair, Hajal, Dhirar, Al-Muqawwim, Abu Lahab, Al-Abbas, Hamzah, Abu Thalib dan Abdullah. Sekarang beliau harus menunaikan nazarnya dengan menyembelih salah satu dari mereka. Beliau merasa berat karena akan berpisah dengan salah satu putranya. Namun sebuah janji harus ditepati dan direalisasikan. Abdul Muththalib tidak berpikir panjang, ia menulis nama semua anaknya di setiap busur panah untuk mengundi salah seorang di antara mereka. Setelah itu beliau pergi membawanya ke Hubail.

Hubail adalah salah satu patung yang dijadikan hakim untuk memutuskan perkara. Undian jatuh kepada putra bungsu beliau Abdullah, padahal ia adalah putranya yang paling dicintainya. Apa yang harus beliau lakukan? Apakah akan mentaati perintah Tuhannya atau menyelisihi janjinya?

Abdul Muththalib sempat bingung, namun segera memutuskan untuk menyembelih anaknya, sang penyejuk mata dan kekasih hatinya. Beliau mulai mengasah pisaunya dan hampir menyembelih putranya, namun orang-orang Quraisy mendatanginya dan melarangnya untuk menyembelih putra bungsunya Abdullah. Mereka khawatir hal ini akan dijadikan tradisi oleh orang Arab setelahnya, dengan menyembelih putra-putranya. Mereka menganjurkan kepada Abdul Muththalib untuk pergi ke salah seorang dukun di daerah Hijaz, untuk membicarakan masalah ini. Setelah sampai di sana, beliau disuruh untuk mengulangi undian sekali lagi.

Namun kali ini, yang ditulis di busur panah adalah sepuluh ekor onta dan di busur yang lain nama putranya Abdullah. Hal ini diulang-ulangi sampai yang keluar dalam undian nantinya adalah onta. Dengan demikian Abdul Muthalib dapat menyelamatkan putranya melalui taktik yang cerdas ini. Beliau terus melakukan undian antara putranya Abdullah dengan onta, sehingga berakhir dengan pilihan menyembelih seratus ekor onta dan Abdullah bisa selamat dari penyembelihan. Pertolongan Allah telah menyelamatkan Abdullah dari penyembelihan dan dipersiapkan untuk mengemban misi yang lebih sulit dan lebih berat.

*****

Takdir yang menggembirakan telah mempersiapkan tugas penting bagi Abdullah bin Abdul Muththalib. Seandainya beliau mengetahuinya, niscaya akan mati kegirangan. Berita mengenai keselamatan Abdullah dari penyembelihan telah tersiar di Mekkah dan seluruh kampung yang berada di sekitarnya.

Kisah ini mengembalikan kenangan dalam ingatan mengenai penyembelihan buyut bangsa Arab yaitu Ismail, yang telah diganti oleh Allah dengan sembelihan yang besar, sehingga beliau selamat dari penyembelihan. Cerita Abdullah menjadi buah bibir semua orang di setiap rumah. Dalam suasana gembira ini, Abdullah dipanggil oleh seorang wanita dan diajak untuk menikah, dengan syarat dia memberinya seratus onta yang menjadi tebusan orang tuanya dari penyembelihannya. Namun Abdullah tidak memperdulikannya.

Abdul Muththalib mengajak putranya Abdullah menemui kerabatnya di Yatsrib untuk menikahkannya dengan seorang wanita dari Bani Zuhrah. Mereka adalah orang-orang yang dikenal dengan kemuliaan dan kewibawaan. Abdul Muththalib belum pernah menemui wanita Quraisy yang lebih baik dari Aminah binti Wahb bin Abdul Manaf.

Resmilah Aminah menjadi istri Abdullah dan orang-orang Quraisy dapat menyaksikan pasangan pengantin yang telah lama mereka nantikan. Kegembiraan atas selamatnya Abdullah dari penyembelihan bercampur dengan kebahagiaan pernikahannya dengan Aminah. Oh! Alangkah bahagianya yang tiada terkira.

Ketika kedua mempelai telah kembali ke Mekkah, Abdullah pergi menjumpai wanita yang pernah mengajaknya untuk menikah. Wanita itu berkata kepadanya, “Anda pasti telah menikah? Abdullah menjawab, “Ya, bagaimana anda mengetahuinya? Ia berkata, “Sebelumnya di wajahmu ada cahaya namun sekarang ia telah hilang darimu. Aku mengetahui pasti anda telah menikah.” Abdullah tidak memahami ucapannya. Beliau kembali ke Aminah untuk mendapatkan berita gembira bahwa ia telah memasuki bulan awal dari kehamilannya. Ia telah merasakan apa yang dirasakan oleh para wanita hamil lainnya.

Abdullah merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Dia telah selamat dari penyembelihan kemudian dia menikah. Berikutnya sekarang dia mendapatkan kabar gembira mengenai kelahiran putranya yang akan segera tiba. Dia yakin bahwa ia telah dapat merealisasikan segala yang diinginkan. Takdir tidak menyia-nyiakannya. Dia telah membayar harga semua pristiwa yang membahagiakan ini.

Di saat kembali dari perdagangannya, beliau terjatuh dan meninggal dalam usia yang masih muda. Pandangan kegembiraannya belum sempat melihat putra pertamanya. Semua penduduk Mekkah berduka dengan kematian Abdullah. Beliau bisa selamat dari pisau penyembelihan, namun pisau kematian tidak bisa menyelamatkan dirinya. Ini semua adalah kehendak Allah.

Air mata Aminah jatuh bercucuran. Dia belum begitu lama merasakan hidup bahagia bersama suaminya. Keringat yang menempel di gaun pengantin belum kering. Namun kematian Abdullah benar-benar merubah kebahagiaan menjadi kesedihan. Mempelai wanita begitu cepat menjadi seorang janda. Ia telah ditinggalkan oleh suami tercinta. Namun beliau meninggalkan kenangan indah yang tidak akan pernah dilupakannya. Kenangan itu adalah berupa janin yang terus bergerak di dalam kandungannya. Sedikit tidak ini mengurangi perihnya perpisahan dan menjadikan beliau segera meninggalkan kesedihan.

*****

Suatu hari, kota Mekkah menjadi gempar. Orang-orang keluar untuk melihat pristiwa apa yang terjadi. Ternyata Abrahah Al-Habasyi seorang panglima Habsyah ingin menghancurkan Ka’bah. Dia telah membangun sebuah rumah untuk menarik orang-orang berhaji kepadanya sebagai pengganti Ka’bah. Ia memberinya nama Al-Qulays. Namun orang-orang Arab mengencinginya sebagai pengganti dari tawaf di sekelilingnya. Abrahah bersumpah akan menghancurkan Baitullah Ka’bah tempat berhajinya semua orang Arab.

Abrahah datang dengan membawa pasukan yang tangguh. Mereka membawa seekor gajah yang sangat besar untuk menghancurkan Ka’bah. Di tengah perjalanan ada kambing Abdul Muththalib yang sedang digembalakan. Tentara Abrahah mengambilnya dan Abdul Muththalib keluar menemui Abrahah untuk meminta kembali kambingnya.

Abrahah berkata, “Aku menyangka kamu datang kepadaku untuk meminta agar tidak menghancurkan Ka’bah. Namun ternyata kamu datang sekedar meminta kambingmu.” Abdul Muththalib menjawab, “Aku adalah pemilik onta, itulah sebabnya saya datang untuk menjaganya. Sementara rumah itu (Ka’bah) ada Pemiliknya yang akan menjaganya.”

Orang-orang Quraisy keluar untuk melihat apa yang akan diperbuat oleh Abrahah. Mereka tidak mampu untuk melawannya. Gajah besar itu berhenti dan tidak mau bergerak. Abrahah menyuruh pasukannya untuk memukulnya, namun ia tetap tidak mau bergerak. Semakin kuat mereka memukulnya, maka semakin kuat ia diam dan berdiri.

Tiba-tiba, tanpa dikomandoi burung-burung kecil memenuhi langit. Di mulutnya membawa batu-batu kecil. Setiap kali dilemparkan ke tentara Abrahah, maka langsung mereka terbunuh. Dalam beberapa detik, para tentara tersebut menjadi bangkai-bangkai yang dimakan burung, Allah berfirman:

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (Al-Fiil: 1-5)

Abdul Muththalib sangat gembira, demikian juga orang-orang Quraisy. Pemilik Ka’bah telah memelihara Ka’bah-Nya. Dia telah menyelamatkannya dari kejahatan Abrahah dan bala tentaranya. Tahun ini kemudian dinamakan ‘Ámul Fiil (Tahun Gajah). Abdul Muththalib segera kembali ke rumahnya, untuk mengetahui keadaan Aminah yang semakin dekat waktu persalinannya. 

Bintang-bintang memenuhi langit yang cerah. Pada malam ini semua penduduk bumi memandang ke langit dan mendapatkannya ia telah berhias. Ia seakan-akan seorang mempelai perempuan yang sedang menunggu pasangannya. Sang bulan telah mengenaikan gaunnya yang paling indah. Dengan cahayanya yang terang ia menyinari langit.

Angin sepoi-poi basah bertiup ke segala penjuru menyebarkan aromanya yang harum, seakan-akan berasal dari Surga. Setiap orang mendapatkan dirinya sangat bahagia di malam tersebut. Tidak tau, entah mengapa?

Di negeri Persia terdapat orang-orang yang menyembah api, mendapatkan apinya tiba-tiba padam. Jendela-jendela istana raja Kaisar Anusyirwan tiba-tiba terjatuh. Orang-orang yang ada di dalamnya semua berhamburan keluar istana. Patung Saawah yang sangat mereka agungkan menjadi hancur. Kaisar melihat istana di depannya bergoncang dan akhirnya terbelah. Dia dan orang-orang yang bersamanya merasa ketakutan dan berlari menjauh.

Para pendeta keluar dan mereka memastikan tibanya kelahiran seorang utusan yang baru. Dia adalah Muhammad atau Ahmad, nabi akhir zaman yang diberitakan oleh Nabi Allah Musa dalam Taurat. Demikian juga yang diceritakan kepada mereka oleh Al-Masih Isa Alaihissalam. Mereka benar-benar telah mendapatkan sifat-sifat beliau dalam kitab Taurat dan Injil. Mereka juga mengetahui tanda-tanda kelahirannya, sehingga semuanya berteriak, “Hari ini dilahirkannya Ahmad, hari ini dilahirkannya Muhammad.”

Di Ummul Qura (Mekkah), Abdul Muththalib menceritakan kepada orang-orang bahwa dia bermimpi melihat cahaya yang keluar dari pundaknya dan menyinari dunia. Dia juga pernah diceritakan oleh Aminah bahwa beliau juga bermimpi melihat cahaya yang keluar darinya dan bisa menyinari istana Syam. Aminah tiba-tiba berteriak, karena detik-detik persalinan telah tiba. Namun anehnya beliau tidak merasakan sakitnya melahirkan. Bayi yang lahir keluar dari rahimnya dalam keadaan tersenyum bukan menangis. Telunjuknya ia angkat dan berisyarat ke langit kemudian tersungkur di atas tempat tidurnya bersujud kepada Tuhannya. [1]

Aminah memandang ke sekelilingnya dan melihat seakan-akan di sampingnya ada bintang yang jatuh dari langit. Saat itu semuanya diliputi cahaya namun tidak sembarang cahaya. Ia adalah cahaya yang tidak mengganggu mata, bahkan menyenangkan dan membahagiakan. Semua mata berharap cahaya tersebut tetap ada.

Abdul Muththalib sedang duduk di sisi Ka’bah. Ketika diberitahu kelahiran cucunya yang menjadi pengganti anaknya, beliau segera berdiri dan berkata, “Muhammad, aku akan memberinya nama Muhammad, agar penduduk langit dan dunia memujinya.”

Kebahagiaan telah menyelimuti rumah Abdul Muththalib setelah sebelumnya dipenuhi kesedihan dengan perginya putra tercintanya Abdullah. Kesedihan telah berlalu dan berganti dengan kebahagiaan. Berbagai makanan dihidangkan karena kebahagiaan yang sangat besar. Muhammad bin Abdullah adalah Ibnu Adz-dzabihain (putra dua orang yang disembelih), yaitu Isma’il yang menjadi buyutnya dan Abdullah yang menjadi ayahnya. Dunia semuanya bersiap-siap untuk menerima kedatangan cahaya sang putra dua orang yang disembelih. 

*******************
Pelajaran Yang Diambil:
  1. 1. Menepati janji adalah salah satu sifat yang terpuji.
    2. Ka’bah adalah Baitullah yang diharamkan.
    3. Allah menjaga rumah-Nya dari segala keburukan.
    4. Nasab Rasulullah adalah nasab yang sangat mulia.
    5. Muhammad adalah Ibnu Adz-dzabihain (putra dua orang yang disembelih), yaitu Isma’il yang menjadi buyutnya dan Abdullah yang menjadi ayahnya.
    __________________________

     Diterjemahkan oleh Abu Athiyyah dari kitab

    حياة محمد للأطفال, Hamid Ahmad Ath-Thahir

     



[1] Pent: Mohon dipertimbangkan kalimat ini, apakah tidak ada unsur ghuluw? Apakah ini tidak bertentangan dengan hadits shahih berikut ini:
مسند أحمد - (ج 19 / ص 81)
9050- حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا هَيْثَمٌ قَالَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ يَلْكُزُهُ الشَّيْطَانُ فِى حِضْنَيْهِ إِلاَّ مَا كَانَ مِنْ مَرْيَمَ وَابْنِهَا أَلَمْ تَرَوْا إِلَى الصَّبِىِّ حِينَ يَسْقُطُ كَيْفَ يَصْرُخُ ». قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « فَذَاكَ حِينَ يَلْكُزُهُ الشَّيْطَانُ بِحِضْنَيْهِ ». معتلى 9954
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح رجاله ثقات رجال الصحيح

Tidak ada komentar:

Posting Komentar