Kesurupan dan Sihir
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman lewat lisan Nabi Ibrahim 'alaihis salam
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
(80)
”Dan apabila aku sakit.Dialah Yang menyembuhkan
aku.” (Asy-Syu'araa': 80)
Pengobatan apapun bentuknya, hendaknya diminta
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan jujur. Dia akan memberikannya kapan Dia kehendaki
dan lewat tangan hamba-hambaNya yang diinginkanNya. Inilah dunia sebab
(ikhtiar), yang kita tidak mengetahui apa yang terjadi di atasnya, kecuali apa
yang telah diberitahukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita.
Sudah diketahui bahwa kita hidup di alam
energi. Setiap kita dan apa yang ada di sekitar kita adalah energi yang
terbatas di alam ini. Ia selaras dan beragam, bertambah dan berkurang dari satu
orang ke yang lainnya. Dari satu benda ke benda yang lainnya dan dari satu
tempat ke tempat yang lain. Bahkan dalam diri manusia sendiri dari satu anggota
ke anggota yang lainnya. Demikianlah kita mendapatkan berbagai ransangan yang
bisa menunjukkan kepada kita berbagai macam energi dan cara penggunaannya.
Dalam kemajuan pengetahuan dan penemuan
hakikat keberadaan energi, serta peraturan-peraturan yang menyeru untuk
memanfaatkannya, kita tidak bisa lagi mengelak kecuali melakukan tindakan
penjagaan dan pengobatan dengan energi ruhani. Berdasarkan kajian para ulama di
berbagai tempat, kita mengetahui bahwa permulaan penyakit adalah bermula dari
ruh dan bukan dari badan. Dengan demikian, pengobatan yang mujarab hendaknya
dimulai pertama kali dari ruh. Sehingga dengan itu akan hilang semua penyakit
yang ada di badan.
Penggunaan Air Untuk Pengobatan
Menggunakan air untuk pengobatan
memberikan perhatian khusus yang menjadikannya sebagai benda cair pertama untuk
pengobatan yang sesuai dengan syariat. Air sebagai alat berwudhu’ dipergunakan
oleh setiap muslim sebelum shalatnya. Ia wajib terpenuhi sebagai syarat bersuci
Agar bisa memberikan pengaruhnya yang efektif dalam menjaga kesehatan, maka
fokus kita pada pengobatan dengan benda cair adalah pengobatan dengan air yang
hidup. Maksudnya adalah air yang telah dibacakan ayat-ayat tertentu dari
al-Qur’an. Atau ia telah dihangatkan dengan energi tertentu, sehingga berubah
menjadi benda yang bisa mengobati orang yang terkena sihir atau kesurupan. Pada
waktu yang bersamaan ia menjadi racun yang ampuh untuk mengusir jin dan
syaitan.
Tubuh terdiri dari air dan air memiliki daya
ransang yang tinggi berkaitan dengan penggunaan yang beragam dari energi
ruhani. Alat-alat pengetahuan (modern) yang canggih menemukan mengalirnya
energi yang beragam dari tubuh orang yang mengobati kepada air yang
dipergunakan dalam pengobatan. Orang yang sakit akan meminumnya dan menjadi
penyebab kesembuhannya. [1]
Ulama dengan kajiannya kepada benda-benda
cair khususnya air, mendapatkan bahwa ia memiliki sifat yang baru yang berbeda
dengan benda-benda cair yang asli. Demikian itu sekedar menaruh mulut di bejana
dan membaca sesuatu di atasnya. Dengan menaruh jari-jari di dalamnya akan bisa
memberikan al-duhnu al-insani (minyak manusia) yang tinggi dan energi
ruhani yang diambil dari pemiliknya, atau dia dijadikan menyatu dengan manusia
sehingga dia terpengaruh oleh gelombang getarannya. Sifat baru yang dihasilkan
oleh air ini dapat dijadikan sebagai obat yang mujarab dari penyakit tertentu.
Air telah mendapatkan kedudukan yang
tinggi untuk pengobatan. Kita wajib mengetahui latar belakangnya sehingga
pengobatan ini dapat memberikan buah yang diharapkan. Sudah diketahui
bahwasanya manusia dan jin adalah salah satu makhluk hidup yang makan, minum
dan bernafas dengan udara. Ini adalah diakui secara syariat dan tidak ada yang
membantahnya.
Syarat-Syarat yang harus dipenuhi untuk
penyembuhan ruhani, antaranya:
- Semua manusia bisa mengobati dirinya dalam keadaan normal.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
al-Tirmidzi dari Utsman bin Abu al-’Ash, dia berkata, ”Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam mendatangiku dan aku sedang sakit yang bisa membinasakanku. Beliau
kemudian bersabda, ”Usaplah dengan tangan kananmu tujuh kali dan bacalah:
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَقُدْرَتِهِ
مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ
“Aku
berlindung dengan keagungan Allah S.W.T dan kekuasaanNya dari kejelekan apa
yang aku rasakan.”
Utsman berkata, ”Aku melakukan (apa yang
diperintahkan) dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan apa yang aku
rasakan. Aku senantiasa menyuruh keluarga dan orang lain untuk melakukannya.” [2]Abu
’Isa al-Tirmidzi berkata, ”Hadits ini adalah hasan shahih.”
- Adanya kemauan yang kuat dari orang yang sakit.
Kemauan untuk sembuh merupakan faktor
pendukung untuk sembuh. Inilah yang diakui oleh para ilmuan dalam penemuan
mereka. Seperti dinukil oleh Raji ’Inayat dari pengalaman ilmuwan Jorj Meck,
pemilik peranan yang penting dalam kajian tentang fenomena pengobatan
berdasarkan pengetahuan di bawah topik ”Peranan Orang Sakit”. Dia berkata:
Kita berhenti sejenak pada faktor yang
lain yang kami dapatkan selama bertahun-tahun ketika mengamati orang-orang yang
mengobati dan pasiennya. Majoriti pengobatan mendapatkan kegagalan apabila
pasien tidak memiliki kemauan yang kuat untuk sembuh. Dia tidak akan
mendapatkan kesembuhan yang baik, apabila dia tidak menginginkan tetap menjadi
orang sehat. Kaedah ini merupakan kaedah yang luar biasa dan urgen. Dia
memberikan cara pandang baru yang dalam salah satu cabang ilmu kedokteran
menjadi syarat yang mesti dipenuhi untuk mendapatkan kesembuhan.”
- Memiliki Keyakinan.
Ia merupakan sesuatu yang wajib ada pada orang
yang mengobati dan orang yang diobati dalam proses pengobatan. Karena sakit
terjadi akibat gangguan pada --- dalam
tubuh orang yang sakit. Yakin memberikan energi yang kuat dan efektif yang memberikan
pengaruh kepada orang yang sakit. Mengembalikan fungsi energi yang hilang
keseimbangannya pada orang yang sakit. Ketika orang yang mengobati membacakan
ayat-ayat atau doa kepada orang yang sakit dan tidak membuahkan hasil, maka
kesalahannya bukan pada metode pengobatannya, namun pada orang yang mengobati
dan orang yang diobati. Mereka belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang
semestinya.
- Kesucian orang yang mengobati dan orang yang diobati, dan ketulusannya dalam mengharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Mengobati. Tempat pengobatan hendaknya bersih dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Sehingga energi ruhani yang muncul dari keikhlasan merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan semakin kuat. Ia menyatu sehingga menjadi kekuatan yang efektif untuk menyembuhkan. Inilah yang diakui oleh pengetahuan dan dinamakan dengan pengobatan ”al-syafa’ah”. Dia bergantung kepada kekuatan dan keikhlasan shalat untuk meminta kesembuhan bagi orang yang sakit.Apa yang diceritakan oleh al-Qadi Badruddin Asy-Syibli dalam kitabnya, merupakan saksi atas kebenaran ini. Beliau berkata:
Ali Al-Abkari berkata, ”Aku berada di
masjid Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal. Beliau di datangi oleh al-Mutawakkil yang
memberitahukan bahwa anak gadisnya kesurupan. Dia meminta kepada Imam Ahmad
untuk mendoakannya agar sembuh. Beliau kemudian mengeluarkan sandal dari kayu
yang dipakai berwudhu’ dan berkata kepadanya, ”Pergilah ke rumah Amirul
Mukminin dan duduklah di samping kepala gadis itu. Berkatalah kepadanya, ”Wahai
Jin! Imam Ahmad berkata kepadamu, ”Mana yang lebih kamu inginkan; keluar dari
gadis ini atau dipukul dengan sandal ini tujuh puluh kali? Ifrit menjawab lewat
lisan gadis tersebut, ”Kami mendengar dan taat, seandainya Ahmad menyuruh kami
untuk tidak tinggal di Irak, niscaya kami akan mentaatinya.”
Jin tersebut keluar dan berikutnya wanita
itu dikaruniai seorang anak. Setelah Imam Ahmad meninggal dunia, jin kembali
mengganggu wanita tersebut. Al-Mutawakkil mengadukan keadaannya kepada Abu
Bakar al-Marwazi. Beliau mengambil sandal dan pergi menemui wanita itu dan
berkata, ”Kamu keluar atau aku akan memukulmu? Jin menjawab, ”Saya tidak akan
keluar dari wanita ini dan saya tidak akan mentaatimu. Sesungguhnya Ahmad bin
Hanbal dia mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa yang mentaati Allah Subhanahu
wa Ta’ala, maka akan ditaati oleh segala sesuatu.” [3]
Metode Pengobatan
Semua metode pengobatan ruhani yang akan
kami paparkan di sini adalah metode yang syar’i untuk pengobatan dan telah
disebutkan dalam nas. Ia juga merupakan sebuah metode yang telah dibuktikan
lewat pengalaman dan tidak keluar dari al-Qur’an dan Sunnah. Semua metode
pengobatan yang keluar dari al-Qur’an dan Sunnah, kami tidak mengakuinya secara
mutlak.
Pengobatan ruhani disimpulkan dalam empat
poin penting yaitu membaca pada orang sakit, makanannya, minumannya dan udara
yang dia bernafas dengannya.
- Membaca (ayat dan doa) pada makanan.
Dilakukan
dengan membaca:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Pada awal dan sebelum memakan sesuatu
makanan. Membaca basmalah ini adalah wajib bagi semua muslim pada setiap akan
makan. Lebih dianjurkan lagi kepada orang yang sakit untuk senantiasa
membacanya ketika akan makan, untuk menghalangi jin yang ada pada tubuhnya untuk mengambil manfaat sedikitpun dari
makanannya. Amalan ini diulang-ulangi dan dijaga setiap pagi dan sore, malam
dan siang. Dengan demikian tidak ada alasan lagi bagi jin kecuali dia pergi
dari dirinya. Harapannya untuk tetap bersama dengan manusia telah pupus, dengan
meninggalkan makanan yang jika dia mencicipi sedikit saja darinya, niscaya akan
terbakar dan itulah kesudahannya.
Di sini muncul pertanyaan; bagaiman jin
bisa membedakan antara makanan yang pernah dibacakan (ayat atau doa) dengan
makanan yang biasa?
Jawabannya adalah bahwa makanan yang telah
dibacakan ke atasnya ditutupi oleh cahaya nama Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sehingga ia tertutup kuat. Jin bisa mengetahui bahwa makanan ini tidak layak
untuk dikonsumsi oleh jin. Seandainya dia memakannya walaupun sesuap, niscaya
dia akan segera memuntahkannya. Metode ini sangat sederhana sekali, sementara
pengaruhnya sangat efektif. Ia bisa mengusir jin dan syaitan yang merasuk ke
dalam tubuh. Mengobati orang yang sakit tanpa perlu campur tangan orang yang
mengobati. Tinggal orang ini menjaga dirinya dan menolong keluarganya untuk
melakukannya.
- Membaca pada udara
Dapat dilakukan dengan membaca:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Sambil mengeluarkan nafas kemudian menutup
mulut dan menarik nafas yang panjang lewat hidung. Setelah itu mengeluarkan
nafas sambil membaca basmalah. Demikianlah seterusnya, sehingga tidak masuk ke
paru-paru kecuali udara yang telah dibacakan basmalah di dalamnya. Kegiatan
dilakukan terus menerus dan tidak kurang dari lima belas menit. Ini adalah
waktu yang cukup untuk mencekik jin dan menjadikannya berlari untuk
menyelamatkan dirinya dari kebinasaan. Sesungguhnya lobang hidung merupakan
tempat yang sangat dicintai oleh syaitan secara umum. Sehingga hampir tidak ada
seorang manusiapun yang bisa selamat dari ditempati bermalam oleh syaitan pada
tempat tersebut setiap malam. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari dari Abu Hurairah (r.a) bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda:
َ
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ
ثَلَاثًا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ
“Apabila
salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya kemudian berwudhu’, maka
hendaklah dia memasukkan air ke hidungnya tiga kali. Sesungguhnya syaitan
bermalam di dalam lobang hidungnya.” (HR.Al-Bukhari, No. 3052)
Penyebabnya adalah karena syaitan
merasakan kesejukan dengan nafas anak Adam
dan aroma yang keluar darinya.
- Membaca pada Orang yang Sakit
Sesungguhnya ruqyah syar’iyah yang banyak
dipergunakan sekarang ini adalah cuplikan dari al-Qur’an. Ia dibaca pada orang
yang sakit untuk menghadapi jin. Semoga keikhlasan orang yang membaca ketika
membaca semuanya atau sebagaiannya, sehingga mendatangkan hasil seperti yang diharapkan.
Ruqiyah ini telah dipelajari secara turun temurun dan sudah tersebar bahwa ia
merupakan metode terbaik untuk pengobatan. Sebenarnya ini mengurangi kedudukan
al-Qur’an sebagai kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena al-Qur’an
semuanya adalah syifa’ (penawar). Dia sesuai untuk setiap waktu dan
tempat serta semua perbuatan baik yang terlintas dalam benakmu.
Anda tidak mendapatkan pada zaman sekarang
ini ada satu kitab yang tidak memuat ruqiyah (al-Qur’an) tersebut. Imam
al-Qurthubi menyebutkan ketika menafsirkan surat al-Isra’ dengan menukil dari Kitab
al-Madih sebuah hadith maudhu’ yang dinisbahkan kepada Abu Umamah,
bahwasanya beliau berkata, ”Ada tiga puluh tiga malaikat yang datang kepada
Tuhannya dan berkata, ”Terjadi penyakit di bumi kami.” Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, ”Ambillah tanah dari bumimu dan usaplah pada ubun-ubun. Atau Dia
berfirman, ” Kami wasiatka kepadamu dengan ruqiyah Muhammad (s.a.w). Tidak akan
beruntung selamanya orang yang menyembunyikannya atau mengambil darinya dengan
terpaksa.” Kemudian menyebutkan tujuh puluh ayat dan berkata, ”Ia ditulis di
dalam bejana yang bersih, kemudian dibasuh dengan air yang bersih tiga kali dan
dituangkan di tempat yang sakit tiga kali tuangan.... sampai akhirnya. Dia
berkata, ”Ini dilakukan selama tiga hari.”
Perkataan di atas adalah murni kedustaan.
Apakah ada penyakit atau keletihan yang terjadi pada malaikat? Di mana letak
buminya? Mereka adalah makhluk yang tercipta dari cahaya yang tidak boleh ada
sakit dan keletihan padanya.
Perhatikan kepada ancaman dari riwayat
ini, ” Tidak akan beruntung selamanya orang yang menyembunyikannya atau
mengambil darinya dengan terpaksa.” Ini adalah ancaman yang mengingatkan
saya kepada apa yang disebarkan oleh orang-orang bodoh yang tertipu pada zaman
kita sekarang ini, beberapa hari sebelum ujian sekolah. Mereka menyebarkan
selebaran bohong yang memuat tentang mimpi panjang penjaga Masjid Nabawi. Di
dalamnya ada perintah untuk menyebarkannya di tengah-tengah manusia dan
mengulangi penulisannya dengan tangan seratus kali kemudian menyebarkannya. Ancaman
bagi orang yang tidak melakukannya adalah gagal dalam ujian dan akan ditimpa
oleh musibah dari berbagai penjuru.
Dari mana mendapatkan bejana yang dapat
membuat tujuh puluh ayat dari al-Qur’an? Apalagi dengan susunan tertentu dan
diulang-ulangi selama tiga hari? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam
menghadapi berbagai masalah kemudian mengambil yang paling mudah dan menyuruh
dengannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ
قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang
kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu.” (Al-Anfaal: 60)
Sesungguhnya kita mengambil sebab (usaha)
sebatas kemampuan dan Allah S.W.T yang mendatangkan kemenangan dari sisinya.
Adapun yang kami nasihatkan adalah
mengambil yang disebutkan secara sharikh (jelas) dalam syarat atau
pernah diamalkan oleh sahabat dan tabi’in. Atau ruqiyah yang memiliki sumber
dari syarak dan pernah ada pengalaman dengannya serta diwasitkan oleh para
ulama. Semuanya ini dengan syarat berada dalam bentuk yang paling mudah dan
sederhana serta dilakukan dengan metode yang paling mungkin dikerjakan. Ini
agar tidak memberatkan orang-orang untuk mengamalnya. Mereka diharuskan sekedar
berusaha dan di hatinya tertanam keyakinan yang kuat dan baik sangka kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Cukuplah bagi orang yang sakit untuk membaca surat
al-Fatihah, surat al-Ikhlas, mu’awwizatain (surat al-Falaq dan an-Nas)
supaya mendapatkan kesembuhan. Semua itu dengan tetap menjaga syarat-syarat
yang semestinya untuk kesuksesan pengobatan. Kita adalah orang –orang yang
diperintahkan untuk ittiba’ (mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam) dan bukan orang-orang yang berbuat bid’ah. Al-Qur’an semuanya adalah
sesuai untuk apa yang anda yakini bisa dilakukannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ
مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
(82)
” Dan Kami turunkan
dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.” ( Al-Israa': 82)
Syifa’ (penawar) adalah aqidah yang akan memberikan
kekuatan kemampuan untuk memperbaiki apa yang terganggu pada orang yang sakit.
Pengobatan seperti apapun tanpa disertai aqidah tidak akan membuahkan hasil
secara mutlak. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
dan Imam Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudhri (r.a) bahwasanya beliau berkata:
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَعْثًا فَكُنْتُ فِيهِمْ فَأَتَيْنَا عَلَى قَرْيَةٍ فَاسْتَطْعَمْنَا أَهْلَهَا
فَأَبَوْا أَنْ يُطْعِمُونَا شَيْئًا فَجَاءَنَا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ
فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الْعَرَبِ فِيكُمْ رَجُلٌ يَرْقِي فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ
قُلْتُ وَمَا ذَاكَ قَالَ مَلِكُ الْقَرْيَةِ يَمُوتُ قَالَ فَانْطَلَقْنَا مَعَهُ
فَرَقَيْتُهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَرَدَّدْتُهَا عَلَيْهِ مِرَارًا فَعُوفِيَ
فَبَعَثَ إِلَيْنَا بِطَعَامٍ وَبِغَنَمٍ تُسَاقُ فَقَالَ أَصْحَابِي لَمْ
يَعْهَدْ إِلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا
بِشَيْءٍ لَا نَأْخُذُ مِنْهُ شَيْئًا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسُقْنَا الْغَنَمَ حَتَّى أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثْنَاهُ فَقَالَ كُلْ وَأَطْعِمْنَا مَعَكَ
وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ قَالَ قُلْتُ أُلْقِيَ فِي رَوْعِي
”Rasulullah
mengirim utusan dan aku termasuk di dalamnya. Kami mendatangi sebuah kampung
dan meminta kepada penduduknya untuk dijamu, namun mereka enggan untuk
memberikan kami makanan. Setelah itu datang seorang dari penduduk kampung
tersebut dan berkata, ”Wahai orang-orang Arab, apakah ada seorang di antara
kamu yang bisa meruqiyah? Abu Sa’id berkata, ”Apakah penyakitnya? Dia menjawab,
”Ketua kampung mau mati.” Kami pergi bersamanya dan kami membaca surat
al-Fatihah berulang kali kemudian dia sembuh. Dia mengirimkan kepada kami
makanan dan membawakan seekor kambing. Sahabat-sahabatku berkata, ”Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam tidak pernah mengajarkan kita sesuatu tentang ini.
Kami tidak akan mengambil sedikitpun darinya sehingga kita mendatangi beliau.
Kami menggiring kambing sehingga sampai kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam dan menceritakan semuanya. Beliau bersabda, ”Makanlah dan berilah kami
makan bersamamu. Bagaimana kalian mengetahui bahwa ia ruqiyah? Saya berkata, ”Ia
dicampakkan dalam hatiku.” (HR.Al-Bukhari, No. 5308 dan Ahmad, No.11046)
Keyakinan Abu Sa’id al-Khudhri r.a adalah
bahwasanya al-Qur’an mengandung penawar walaupun dari racun. Dia yakin dan
ikhlas dengan tidak ada keraguan dalam hatinya. Dalilnya adalah perkataanya, ”Ia
dicampakkan dalam hatiku”. Dia juga mempraktikkannya secara langsung dengan
membaca surat al-Fatihah dan mengulang-ulanginya. Setelah itu dia mengoles
tempat yang disengat dengan keringatnya untuk menstabilkan bekas sengatan oleh
keringatnya.
Tidak diragukan sedikitpun pengaruh aqidah orang
yang mengobati terhadap kesuksesan pengobatan. Surat al-Fatihah saja sudah
cukup menjadi ruqiyah yang dia baca. Telah tsabit bahwa ia sudah cukup untuk
menghilangkan pengaruh sengatan pada tubuh orang yang disengat. Tanpa perlu
melakukan ruqiyah dengan tujuh puluh ayat dari al-Qur’an.
Hakikatnya:
Ayat mana saja dalam al-Qur’an sudah cukup menjadi
obat mujarab, bagi apa yang tertanam kuat dalam keyakinanmu, bahwa ia mampu
untuk mengalahkan keadaan yang sedang dihadapi. Dalil yang demikian itu adalah:
- Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pernah tidak bisa dilihat dua kali oleh pandangan manusia. Pertama, ketika berada di samping Ka’bah bersama Abu Bakar r.a. Kedua, ketika keluar dari rumahnya untuk berhijrah. Pada kali pertama beliau membaca satu ayat dari surat al-Isra’ dan pada kali kedua beliau membaca banyak ayat pada permulaan surat Yasin. Kaedahnya dalam kedua bacaan tersebut adalah keyakinannya yang tulus terhadap kebaikan ayat yang beliau pergunakan, agar tersembunyi dari pandangan manusia.
- Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Yahya Al-Tamimi dari pamannya, bahwasanya beliau mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kemudian pulang kembali. Beliau melewati kaum yang mempunyai seorang yang gila dan diikat dengan rantai besi. Keluarganya berkata, ”Kami telah diberitahukan bahwasanya sahabatmu (Rasulullah) datang dengan membawa kebaikan. Apakah dia memiliki sesuatu untuk bisa mengobatinya? Yahya berkata, ”Saya kemudian meruqiyahnya dengan surat al-Fatihah.” Waki’ berkata, ”Selama tiga hari dan setiap hari dilakukan dua kali.” Lelaki itu sembuh dan mereka memberiku seratus kambing. Saya menjumpai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dan menceritakan semuanya. Beliau bersabda:
خُذْهَا فَلَعَمْرِي مَنْ أَكَلَ بِرُقْيَةِ بَاطِلٍ لَقَدْ أَكَلْتَ
بِرُقْيَةِ حَقٍّ
”Ambillah, --orang
memakan dari ruqiyah yang batil. Anda telah makan dari ruqiyah yang hak.” (HR.Ahmad, No. 20833)
Diriwayatkan juga oleh Imam Al-Bukhari dari Urwah
bahwasanya Aisyah r.a berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا
اشْتَكَى نَفَثَ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَمَسَحَ عَنْهُ بِيَدِهِ
فَلَمَّا اشْتَكَى وَجَعَهُ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ طَفِقْتُ أَنْفِثُ عَلَى
نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ الَّتِي كَانَ يَنْفِثُ وَأَمْسَحُ بِيَدِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ
“Bahwasanya
Rasulullah S.A.W apabila merasa sakit, beliau meniup untuk dirinya dengan
membaca al-mu’awwizat kemudian mengusap (seluruh badannya) dengan tangannya.
Ketika beliau sakit menjelang wafatnya, maka aku yang meniup untuk dirinya
dengan membaca al-mu’awwizat yang pernah beliau lakukan sebelumnya dan aku
mengusap (badan beliau) dengan tangannya.” (HR.Al-Bukhari, No. 4085)
Al-Mu’awwizat maksudnya dalah
tiga surat dalam al-Qur’an, yaitu surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas.
- Ketika Fir’aun mengumpulkan tokoh-tokoh penyihir untuk menghadapi Nabi Musa (s.a.w), mereka mengumpulkan tipu dayanya kemudian melemparkan tongkat-tongkatnya dan sihir-sihirnya bergerak. Nabi Musa (s.a.w) membatalkan sihir mereka dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَى مَا جِئْتُمْ بِهِ
السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ
عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ (81) وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ
الْمُجْرِمُونَ (82)
”Maka setelah mereka melemparkan (tongkat dan
tali-talinya), Musa berkata kepada mereka:"Apa yang kamu lakukan itu,
itulah yang sihir. Sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenarannya".
Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan
orang-orang yang membuat kerusakan. Allah akan mengokohkan yang benar dengan
ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).” (Yuunus: 81-82)
Ayat ini bisa dipergunakan untuk
membatalkan sihir apapun dan sudah memberikan banyak pengalaman.
Pengobatan
Lewat Sentuhan
Yaitu
memberikan energi ruhani kepada orang sakit, dengan cara menaruh tangan kanan
di badan orang yang sakit. Metode ini mempunyai sumber dari syariat berupa
perbuatan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ketika mengobati keluarga dan
sahabatnya. Beliau melakukannya di saat mengunjungi mereka yang sakit.
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Masruq dari Aisyah r.a, beliau berkata,
”Rasulullah mengobati sebagian sahabat kemudian beliau mengusap dengan tangan
kanannya (di tubuh orang yang sakit) sambil membaca:
أَذْهِبْ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ
إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
”Hilangkah penyakitnya, wahai Tuhannya manusia. Sembuhkanlah,
Engkau Yang Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dariMu, kesembuhan
yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR.Al-Bukhari, No. 5309)[4]
Metode seperti
ini disebut dalam berbagai riwayat. Difahami darinya bahwa menaruh tangan kanan
atau mengusapnya ketika membaca (ayat) dan berdoa kepada orang sakit. Orang
yang berdoa juga berhubungan lansung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
memohon kesembuhan bagi orang yang sakit. Dengan demikian energi ruhani akan
mengalir ke dalam tubuh orang yang sakit dan keseimbangannya akan kembali
seperti semula.
Diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dari Aisyah binti Sa’d bin Abi Waqqash r.a bahwasanya
ayahnya berkata:
تَشَكَّيْتُ بِمَكَّةَ شَكْوًا شَدِيدًا فَجَاءَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنِّي أَتْرُكُ
مَالًا وَإِنِّي لَمْ أَتْرُكْ إِلَّا ابْنَةً وَاحِدَةً فَأُوصِي بِثُلُثَيْ
مَالِي وَأَتْرُكُ الثُّلُثَ فَقَالَ لَا قُلْتُ فَأُوصِي بِالنِّصْفِ وَأَتْرُكُ
النِّصْفَ قَالَ لَا قُلْتُ فَأُوصِي بِالثُّلُثِ وَأَتْرُكُ لَهَا الثُّلُثَيْنِ
قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ ثُمَّ
مَسَحَ يَدَهُ عَلَى وَجْهِي وَبَطْنِي ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ اشْفِ سَعْدًا
وَأَتْمِمْ لَهُ هِجْرَتَهُ فَمَا زِلْتُ أَجِدُ بَرْدَهُ عَلَى كَبِدِي فِيمَا
يُخَالُ إِلَيَّ حَتَّى السَّاعَةِ
“Aku menderita sakit yang parah di Makkah, kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam datang untuk menjengukku. Aku berkata, ”Wahai Nabiyullah, aku memiliki
harta yang banyak sementara tidak meninggalkwan ahli waris kecuali seorang anak
perempuan. Aku akan berwasiat dengan dua pertiga hartaku dan meninggalkan
(untuknya ) sepertiga. Beliau bersabda, ”Jangan.” Aku berkata, ”Aku akan
berwasiat dengan setengahnya dan membiarkannya setengah? Beliau bersabda,
”Jangan.” Aku berkata, ”Aku berwasiat dengan sepertiga dan membiarkannya dua
pertiga? Beliau bersabda, ”Sepertiga sudah banyak.” Beliau kemudian menaruh
tangannya di keningku kemudian mengusap tangannya ke muka dan perutku dan
membaca, ”Ya Allah, sembuhlah Sa’ad dan sempurnakanlah hijrahnya.” Aku masih
merasakan dinginnya (tangan beliau) dalam hatiku dan aku menyangka sampai saat
ini.”
Penyebabnya
adalah karena dari pengobatan dengan sentuhan tangan kanan atau meniup di
dalamnya kemudian mengusapnya, akan menghubungkan antara energi orang yang
sehat dan energi orang yang sakit. Dengan demikian energi orang yang mengobati
akan mengalir kemudian mengembalikan keseimbangan energi yang terganggu pada
badan orang yang sakit. Akhirnya dia akan mendapatkan kesembuhan.
Demikianlah
yang telah didapatkan dari kajian yang berterusan dalam bidang ini. Yaitu kajian yang dilakukan oleh para
ulama selama puluhan tahun. Prof. N.F Pebrenstsof menceritakan tentang salah
seorang yang sedang dirawat, ”Aku menjumpai salah seorang pasien yang tangannya
melepuh dan bernanah. Aku masih ingat dia membungkuk dengan jari-jari yang
bergelantungan. Aku mengusap tangan pasien
ini dengan tenang. Beberapa saat kemudian lepuhannya menghilang dan luka serta
nanahnya mulai mengering.
Penomena
ini menimbulkan keheranan dan kekaguman pada diriku. Pristiwa ini adalah titik
awal perubahan.
Laki-laki
tersebut mulai mengobati orang sakit dengan cara gradual. Kemampuannya (dalam
mengobati) semakin meningkat, sampai mampu mengobati pasien dengan cara massal.
Cukup orang yang sakit memegang tangan yang lainnya, kemudian dia sendiri
memegang tangan orang yang duduk pada barisan terdepan. Berikutnya dia mengirim
energinya dari satu orang ke yang lainnya. Selang beberapa waktu dia akan
menerima getaran jantung dari tangan orang lain dalam bentuk percikan panas di
ujung jari-jari.” [5]
Semua
tubuh manusia yang sehat mampu untuk memberikan sentuhan pengobatan seperti
ini. Oleh karena ia bisa menyatukan dalam bidang energi. Teori mengatakan bahwa
yang orang yang sehat bisa memberi kepada orang yang sakit.” Teori inilah yang
dibuktikan oleh Dolwres Crejer seorang Profesor pengobatan di Universitas New
York. Beliau sangat berperan dalam mengajarkan para perawat tentang metode
pengobatan lewat sentuhan.
Dr.
Crejer berkata, ”Setelah melakukan beberapa latihan, kita dapat mengetahui
bagaimana menjadikan tangan kita seperti alat pendeteksi, agar kita sampai ke
sumber energi yang tersimpan dalam badan. Sumber energi ini bisa dimanfaatkan
untuk mengetahui berbagai gangguan kesehatan. Dia juga bisa membantu untuk memeriksa
gangguan tersebut untuk memastikan kesehatannya. Apa yang dirasakan oleh seorang
yang sedang dirawat berupa perasaan hangat, dingin, nyeri (otot), tekanan
(darah atau jantung) yang lebih dan perasaan lainnya, menunjukkan adanya
ketidak seimbangan pada sumber ini. Tujuan utama dari pengobatan lewat sentuhan
adalah menghadapi ketidak seimbangan tersebut kemudian mewujudkannya serta
mengembalikan fungsi utama dari sumber
energi. Disamping untuk memastikan adanya fungsi tangan dalam metode pengobatan
dengan sentuhan yang ada pada kita semuanya. Namun yang terjadi adalah kita
memilih tidak peduli dengan kemampuannya.
Anda
melihat bahwa di antara manfaat terpenting dari metode ini adalah mengaktifkan nalar
seseorang agar mendapatkan ketenangan. Sebagaimana metode ini juga menetapkan
efektivitasnya untuk mengurangi atau menghentikan rasa sakit. Ini termasuk
proses pengobatan internal.
Metode
ini sekarang telah dipraktikkan oleh lebih lima ratus perawat. Di Amerika
Serikat terdapat lebih lima ribu orang yang bekerja pada berbagai bidang
kesehatan, berlatih untuk menggunakan metode pengobatan lewat sentuhan.
Pengakuan resmi tentang pengobatan dengan sentuhan ini telah diberikan oleh
Komisi Kesehatan Akal di New York. [6]
Di dalam
metode ini dilakukan penempatan tangan kanan yang tenang di atas kepala orang
yang sakit ketika membaca (ayat) atau berdoa. Penyebabnya adalah karena sel-sel
otak yang mengirim getaran listrik ke semua bagian tubuh dengan cara yang
sempurna. Kapan saja terjadi pengurangan atau gangguan pada sistem pengiriman
akan menjadikan anggota badan yang dikirimkan tersebut menjadi sakit.
Telapak
tangan kanan yang lembut juga bisa diletakkan pada semua anggota badan manusia
yang sakit. Masih ada lagi metode lain yang digunakan oleh orang-orang
terdahulu dalam pengobatan. Semuanya akan efektif apabila terpenuhi
syarat-syarat syar’i yang wajib. Misalnya tidak membuka seluruh tubuh atau
melihat kepada tempat yang tidak dibolehkan untuk melihatnya atau menyentuhnya
dengan tangan. Oleh karena orang yang tidak memiliki sesuatu, tidak akan bisa
memberikan sesuatu. Orang yang melanggar larangan-larangan ini dianggap sebagai
Dajjal yang tidak amanah. Begitu juga dengan orang yang membolehkan melakukan
yang demikian, dianggap jahil dengan larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yang tidak menjadikan kesembuhan umat ini pada sesuatu yang diharamkan.
- Membaca pada air.
Metode
ini dianggap sebagai metode yang paling urgen dalam pengobatan dengan energi
rohani. Ia juga termasuk metode terbaik untuk pengobatan orang yang kesurupan
dan yang terkena sihir. Karena ia dapat mengembalikan aktivitas energi ruhani
bagi orang yang sakit, dengan memasukkan ke dalam tubuhnya benda cair yang
memiliki kriteria khusus. Ia memiliki kekuatan untuk mengembalikan aktivitas
energi yang terganggu atau terputus pada sebagian anggota badan, sehingga
menimbulkan rasa sakit pada anggota tersebut.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud dari Muhammad bin Yusuf bin Tsabit bin Qays bin Syammas dari
ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam masuk
menemui Tsabit bin Qays yang sedang sakit. Beliau kemudian membaca:
اكْشِفْ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ
”Hilangkan penyakit, wahai Tuhannya Manusia dari Tsabit bin Qays bin
Syammas.”
Beliau
kemudian mengambil debu dari Bathan dan menaruhnya di dalam kendi dan
menyemburkannya dengan air kemudian menyiramnya pada Tsabit.” (HR. Abu Daud,
No. 3387)
Mungkin penggunaan air (sebagai
pengobatan) yang paling masyhur adalah sapa yang dilakukan oleh Sahl bin
Hunaif, ketika menderita penyakit al-ain. Akan datang keterangannya pada
pembahasan berikutnya.
Di sana
ada pengobatan dengan air yang telah dibacakan (ayat atau doa) padanya yang
disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dari Wahb bin Munabbih, untuk mengobati seorang
lelaki yang tidak bisa menggauli istrinya. [7] Metode
ini tidak keluar dari syariat dan telah memberikan banyak pengalaman serta mempunyai pengaruh yang luar biasa.
-----------------------------------
Di terjemahkan oleh Ustadz Dr. Nurul Mukhlisin Asyrafuddin, Lc., M.Ag Dari Kitab الطاقة
الروحية
فوائد
دنيوية وأخرويةProf.
Dr. Abdul Basith Muhammad As-Sayyid
[1]
Abdul Thawwab Abdullah Husain. ‘Alam al-Ruh baina ath-Thaqah. Kairo,
2001 cetakan kedua halaman 219.
[2] Dr. Ra’uf Ubaid. Al-Insan Ruhun la
jasad. Kairo: Darul Fikri al-Arabi, 1970 juz 1 hal. 696.
[3] ---- Boul Sarter. Nazariyat fi
al-infi’alat. Terj. Dr. Sami Mahmud Ali dan Dr. Abdussalam Al-Qaffasy.
Al-Hai’ah al-Mishriyyah li al-Kutub. 2001, hal. 108.
[4] --- Al-Kharrasy. Atsar al-Qur’an fi
al-Amni al-Nafsi, Kairo: Darul Kutub al-Hadits, 2003, cetakan keempat
belas, hal. 87.
[5]
--- Ma wara’a al-hissi al-metafiziki ilal ‘awalimil ukhra, hal. 47.
[6] Mu’jizatul
Ilaj, hal. 230
[7] Fathul
Bari, (Kitab ath-Thibb), 10/244.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar