عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا سَأَلَتِ النَّبِىَّ
-صلى الله عليه وسلم- عَنْ شَىْءٍ مِنْ أَمْرِ الصَّدَقَةِ فَذَكَرَتْ شَيْئاً قَلِيلاً
فَقَالَ لَهَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَعْطِى وَلاَ تُوعِى فَيُوعَى عَلَيْكِ
“Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, bahwasanya beliau bertanya kepada Rasulullah
mengenai sesuatu yang berkaitan dengan urusan sedekah. Beliau menyebutkan
sesuatu yang sedikit? Rasulullah bersabda kepadanya, “Memberilah, janganlah
kikir nanti Allah tidak memberi kepadamu.”
Takhrij Hadits:
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, 6/160, haddatsana Abu
Ahmad Az-Zubaidi dari Muhammad bin Syarik dari Ibnu Abi Mulaikah dari Aisyah Radhiyallahu 'anha.
Diriwayatkan juga oleh Abu Daud, 1/531 dengan No. 1700 di Kitab
Zakat, Bab Kekikiran dari jalur Ayyub bin Khalid bin Shafwan dari Ibnu Abi
Mulaikah.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad, 6/70-71, Ibnu Hibban sebagaimana
di Kitab Al-Ihsan, dengan No. 3365. Keduanya dari jalur Al-Hakam dari Urwah
dari Aisyah Radhiyallahu 'anha.
Fiqih Hadits:
1. Disebutkan dalam hadits sabda
Rasulullah:
وَلاَ تُوعِى فَيُوعَى اللهُ عَلَيْكِ
Di riwayat Al-Bukhari disebutkan:
وَلاَ تُوكِى فَيُوكَى عَلَيْكِ
Di riwayat lain di Al-Bukhari juga disebutkan:
وَلاَ تُحْصِى فَيُحْصِىَ اللَّهُ
عَلَيْكِ
Al-Hafiz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata, “ Dikatakan bahwa:
أوعيت المتاع في الوعاء أوعية, Apabila kamu menjadikannya di dalam bejana. “وعيت الشيئ” maksudnya saya menjaganya. Menyandarnya al-wa’yu
(penyimpanan di bejana) kepada Allah adalah sebuah majaz dari imsak (tidak
memberi). [1]
Sementara “الإيكاء” adalah
mengikat kepala bejana dengan ikatan yang digunakan untuk mengikatnya. Adapun “الإحصاء” mengetahui ukuran sesuatu baik dengan
ditimbang atau ditakar, ini termasuk bab muqabalah (membalas dengan yang
sama). [2]
Disebutkan di hadits yang terdahulu, “ارْضَخِى
مَا اسْتَطَعْتِ”. Al-Hafiz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata, “ارْضَخِى” dengan
kasrah (baris bawah) hamzah diambil dari kata “الرْضَخِ” yaitu
pemberian yang kecil. Maksudnya, berilah infak dengan tanpa ada paksaan selama
anda memiliki kemampuan.” [3]
2. Maksud dari hadits ini adalah
seorang muslim hendaknya memberi infak sebatas kemampuannya. Jangan dia menahan
hartanya walaupun sedikit. Allah akan memberkati pemberian yang sedikit
tersebut dan melipat gandakannya dengan yang banyak.
Al-Hafiz Ibnu Hajar –rahimahullah-
berkata, “Maksudnya adalah larangan dari tidak memberi sedekah karena takut
kehabisan harta, karena itu penyebab paling besar yang bisa memutuskan
keberkatan. Allah akan membalas orang yang memberi tanpa hisab. Orang yang
ingin tidak dihitung ketika diberi balasan, maka dia tidak akan menghitung
ketika memberi. Orang yang mengetahui bahwa Allah akan memberikannya rizki
melalui cara yang tidak disangkanya, maka dia harus memberi dan tidak
menghitungnya.”
Dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan al-ihsha’ (menghitung) adalah menghitung sesuatu untuk
disimpannya dan tidak diinfakkan. Allah akan menghitungnya artinya diputuskan
keberkahan dari-Nya atau ditahan rizkinya atau dihisab nanti di Akhirat.” [4]
*Diterjemahkan oleh Dr. Nurul Mukhlisin Asyrafuddin, Lc., M.Ag dari kitab Min As’ilatin Nisaa’ lin Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam,Prof. Dr. Falih bin Muhammad Falih Ash-Shaghir
[1]
Syeikh Abdullah bin Baaz -rahimahullah-
mengomentari kalimat ini dengan mengatakan, “Ini adalah salah, tidak sepatutnya
ini dikatakan oleh beliau. yang benar adalah menetapkan sifat Allah secara
hakikat sesuai dengan yang layak bagi-Nya sebagaimana pada sifat-sifat yang
lainnya. Allah membalas seorang yang berbuat sesuai dengan perbuatannya.
Barangsiapa berbuat makar maka akan dibalas dengan makar. Siapa yang menipu
maka akan dibalas dengan tipuan. Dengan demikian, barangsiapa menahan (tidak
memberi), maka Allah juga tidak akan memberi kepadanya. Ini adalah pendapat Ahlussunnah
wal Jama’ah. Tetaplah berpegang dengannya agar kamu mendapatkan kesuksesan dan
keselamatan. Semoga Allah memberi taufiq. (Fathul Baari, 3/300).
[2] Fathul
Baari, 3/300.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar